Penjelasan Ilmiah BPPT Soal Hujan Es di Jakarta

Libur Imlek, Kota Tua Tetap Ramai Wisatawan Meski Diguyur Hujan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Beberapa hari yang lalu, masyarakat Jakarta dihebohkan dengan hujan es. Tak sedikit yang mengaitkan dengan hal-hal mistik, termasuk dikaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.

Iklim Berubah Drastis, Arab Saudi Bakal Dilanda Salju dan Hujan Es

Namun, ini dibantah oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC-BPPT), Tri Handoko Seto mengatakan, hujan es yang terjadi di beberapa wilayah di Jakarta Selasa kemarin, tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang aneh melainkan hanya fenomena alam.

Dia menerangkan, meski hanya fenomena alam, hujan es tersebut belum termasuk dalam kategori ekstrim atau membahayakan karena ukuran diameter butir es-nya masih pada kisaran 1-2 sentimeter.

Fenomena Hujan Es Terjadi di Kawasan Lowokwaru Kota Malang

"Namun waspada iya, tetap perlu tetapi jangan takut berlebihan. Ini berbeda dengan hujan es di daerah lintang tengah atau lintang tinggi dimana diameter butiran es bisa di atas 10 sentimeter, yang berpotensi merusak tanaman," ujar Seto dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Kamis 30 Maret 2017.

Seto menjelaskan, secara prinsip, penyebab hujan es ini dikarenakan awan yang tinggi puncaknya melebihi titik beku (freezing level). Awan tersebut memiliki bagian atas yang suhunya lebih rendah dari nol derajat celsius sehingga memiliki peluang sangat besar memproduksi es.

Tidak Biasa, Sejumlah Bagian di Arab Saudi Dilanda Hujan Salju dan Es

"Jika dalam awan tersebut terdapat inti es maka kemudian terbentuk dari udara superdingin yang mengalami pengintian atau nukleasi es," kata Seto.

Semakin tinggi puncak awan dan semakin banyak inti es maka yang terbentuk pun makin banyak. Meski pada perkembangan teknologi terbaru memperlihatkan bahwa inti es yang kelewat banyak justru menghambat proses pengintian.

Pada masa peralihan, biasanya terjadi pembentukan awan secara konvektif. Kala itu massa udara basah terangkat ke atas dan terbentuk awan sampai puncaknya melebihi freezing level dan terjadilah proses pengintian es. Sehingga bagian atas awan tersebut banyak mengandung es. 

Ketika sudah cukup waktunya untuk terjadi hujan maka butiran atau bahkan gumpalan es juga akan jatuh ke permukaan bumi. "Jika kondisi udara di bawah awan cukup lembap dan dingin maka butiran atau gumpalan es tersebut akan tetap menjadi es sampai permukaan bumi. Tetapi jika kondisi udara di bawah awan tidak cukup lembap dan dingin maka butiran atau gumpalan es akan mencair sehingga terjadi hujan air saja," kata dia.

Intinya kata Seto, hujan es tidak menggambarkan fenomena yang spesifik kecuali adanya fenomena pertumbuhan awan konvektif yang masif dan kuatnya suplai massa udara sangat basah.  

Menurut Seto, hujan es yang terjadi beberapa waktu lalu, belum membahayakan. Beda dengan hujan es di daerah lintang tengah atau lintang tinggi yang diameter butiran es bisa di atas 10 sentimeter. Tidak hanya berpotensi merusak tanaman tapi juga properti atau bangunan.

"Oleh karena itu di daerah lintang tengah atau lintang tinggi sering dilakukan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi hujan es.” (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya