Transportasi Online Hanya Platform, Tak Berhak Tolak Aturan

Demonstrasi penolakan taksi berbasis online di Jakarta beberapa waktu silam.
Sumber :
  • Reuters/Garry Lotulung

VIVA.co.id – Penyedia layanan transportasi online mengatakan keberatannya dengan aturan baru yang dilayangkan Kementerian Perhubungan. Hal ini membuat heran karena awalnya mereka hanya mengaku sebagai penyedia aplikasi.

Nyerah karena COVID-19, Aplikasi Transportasi Online Pilih PHK Massal

Dikatakan pengamat dari Indotelko Forum, Doni Ismanto, aturan transportasti online sudah seharusnya diimplementasikan dan tidak perlu ditunda lagi. Pasalnya, kisruh transportasi online ini sudah melanda Indonesia sejak tiga tahun lalu.

"Yang menarik adalah statement pada penyedia transportasi online. Di satu sisi, mereka kukuh menyebut 'hanya sebagai penyedia aplikasi. Sementara yang punya moda adalah mitra’. Tapi di sini lain, mereka sudah bertindak sebagai penyelenggara angkutan dengan menetapkan tarif, bahkan tarif promosi," kata Doni kepada Viva.co.id, Senin, 20 Maret 2017.

Siap-siap, Aturan Transportasi Online Baru Resmi Berlaku 12 Oktober

Dijelaskanya, jika 'status' saja masih berada di garis abu-abu dan berlindung di balik teknologi, ini sama saja membuat gesekan di akar rumput makin terasa, yakni antara mitra pengemudi dan pemerintah.

Oleh karena itu, kata Doni, aturan ini sudah tepat, dianggap perlu dijalankan dan tidak layak ditolak. Pada 2016 pun, semua pihak sudah sepakat adanya aturan. Namun ketika aturan ke luar, malah direvisi berkali-kali.

Grab 'Bakar Duit' Rp7 Triliun di Vietnam, Takut Disalip Gojek

"Setahu saya beberapa keinginan dari transportasi online sudah diakomodasi Kemenhub. Misal soal slinder mobil di mana LGCC akhirnya diizinkan dan lebih light, soal KIR, dan teknis lainnya.," kata dia.

Bahkan, kata dia, pengaturan soal tarif pun dirasa wajar karena jika diterapkan, cost yang ditanggung pun akan direfleksikan dalam tarif. Termasuk juga soal kuota kendaraan yang sampai sekarang belum jelas angka pasti jumlah armada yang boleh dimiliki penyedia transportasi online.

"Kalau tidak diintervensi tarifnya, bisa ada predatory pricing. Kalau tidak ada pembatasan (kuota armada), rencana multimoda dari pemerintah akan jauh dari sukses. Jalanan makin macet aja nanti," paparnya.

Oleh karena itu, beliau mengimbau agar aturan tersebut jangan lagi ditunda. Malah pemerintah harus menegakkan aturan terhadap moda yang tak berizin. Kominfo, dikatakannya, harus memblokir aplikasi transportasi online yang tidak patuh. Kemenhub pun harus segera mengajukan revisi UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (UU LLAJ), yang juga mengatur semua moda termasuk Ojek.

"Ojek ini akan jadi next time bomb kalau tidak diatur juga," cetusnya.

Lebih jauh dia juga meminta agar kominfo menegakkan operator jasa pos sesuai UU 38/2009 tentang Pos, utamanya yang menyangkut Layanan Prima.

"Selayaknya fitur seperti Go Send, Go Food, Grab express atau Grab food, memiliki lisensi layaknya anggota Asperindo," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya