Terobosan Ini Bikin Komputer 100 Ribu Kali Lebih Cepat

Ilustrasi.
Sumber :
  • www.pixabay.com/Pixies

VIVA.co.id – Tim peneliti dan perekayasa dari University of Michigan, Amerika Serikat yakin mampu menciptakan komputer yang punya kecepatan 100 ribu kali dibanding komputer yang ada saat ini. Tim tersebut yakin bisa mencapai ambisi tersebut dengan memanfaatkan tekanan laser ekstrem. 

Ini Mata Kuliah yang Sesuai Perkembangan Tren Teknologi

Dikutip Engadget, Selasa 14 Maret 2017, tim peneliti telah menunjukkan metode untuk mengendalikan seperseribu triliun detik tekanan cahaya yang menggerakkan elektron secara cepat dan efisien. 

Langkah ini menurut peneliti adalah tonggak menuju gelombang cahaya elektronik dan komputasi kuantum. 

ICAMT-ICMR 2019: Saatnya Tahu Tren Ristek Dunia

Tim memandang komputasi saat ini sangat tidak efisien, sebab dalam komputer saat ini beberapa elektron bergerak melalui benturan semikonduktor satu sama lain dan melepaskan energi dalam bentuk panas. 

Maka agar efisien, tim menggunakan kristal yang disebut gallium selenide sebagai semikonduktor dan menembakkan tekanan laser pendek ke kristal tersebut. Melalui proses ini, maka menghasilkan energi elektron yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Tren Teknologi 2019, Masa Depan AI Hingga Mobil Otonom

Dengan demikian, saat elektron menuju tingkat energi yang lebih tinggi, maka mereka akan memancarkan tekanan yang lebih pendek. Tekanan yang sangat singkat akan bermanfaat untuk cepat membaca dan menulis informasi ke elektron. 

"Dalam beberapa tahun terakhir, kami dan kelompok lainnya menemukan medan listrik tekanan laser pendek benar-benar bisa memindahkan elektron," ujar tim peneliti.

Tim menemukan, dengan mengubah orientasi kristal memungkinkan mereka mengendalikan elektron mana yang pergi dan bergerak. 

"Semua orang segera bersemangat, karena salah satunya mungkin bisa memanfaatkan prinsip ini untuk membangun komputer masa depan yang bekerja pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni 10 sampai ratusan ribu kali lebih cepat dari yang ada saat ini," ujar peneliti. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya