IDC Sebut Pemerintah Salah Prediksi Soal E-Commerce

IDC menyoroti target e-commerce yang dicanangkan pemerintah RI
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id – Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap ke-14. Fokusnya, membangun roadmap, atau peta jalan mengenai e-commerce. Dalam paket kebijakan tersebut, pemerintah berencana menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Pada tahun tersebut, pemerintah menargetkan transaksi e-commerce yang dihasilkan di Tanah Air mencapai US$130 miliar.

Integrasi Tiktok Shop dan Tokopedia, DPR: Harus Bantu UMKM Adaptasi dengan Teknologi

Target tersebut, mendapat sorotan dari perusahaan riset International Data Corporation (IDC) Indonesia. IDC menilai, target tersebut mustahil. Country Manager IDC Indonesia, Sudev Bangah menjelaskan, target tersebut mustahil, sebab di Indonesia, untuk definisi pasar e-commerce saat ini masih buram. 

Sudev mengatakan, di negara luar, mereka mendefinisikan e-commerce sebagai perusahaan pure play, Maksud perusahaan pure play, yaitu e-commerce yang memproduksi barang dan punya platform mandiri dalam bertransaksi online. Sudev mencontohkan perusahaan pure play yaitu Amazon. 

Sambut Mudik Lebaran, Perusahaan Ban Ini Rambah Dunia eCommerce

Sementara itu, Indonesia, IDC melihat punya tiga definisi e-commerce. Pertama, perusahaan pure play. Kedua, perusahaan pure play (e-commerce) digabung dengan toko pihak ketiga, baik menggunakan pola konsinyasi ataupun marketplace. Dan terakhir, mencakup perusahaan pure play (e-commerce), konsinyasi, marketplace  dan retailers online shop (O2O), yang tidak termasuk situs travel dan ridesharing. 

IDC mengatakan, di Indonesia, untuk perusahaan pure play tidak ada. Perusahaan seperti Lazada dan Zalora, memang menjalankan sistem pure play, tetapi keduanya tetap melibatkan pihak ketiga.  

Shopee Luncurkan Program Baru, Garansi Tepat Waktu

“Bagaimana Indonesia mendefinisikan pasar e-commerce, akan terbukti menjadi penghalang terhadap perkembangan e-commerce. Kurangnya definisi yang jelas, memungkinkan terlalu banyak interpretasi," ujar Sudev dalam paparannya di Raffles Hotel, Jakarta, Senin 21 November 2016.

Selain soal definisi e-commerce, IDC juga menyoroti soal prediksi transaksi. Setelah menghitung transaksi e-commerce berdasarkan definisi yang ada di Indonesia, maka pada 2016, untuk kategori pertama transaksinya U$$202 juta, kategori kedua US$651,7 juta dan kategori ketiga mencapai US$8 miliar. 

IDC memprediksi untuk transaksi e-commerce pada 2020, kategori pertama transaksinya US$578 juta, kategori kedua US$1,8 juta, dan kategori ketiga US$21 miliar. 

Sementara itu, pemerintah Indonesia telah mengumbar keyakinan pada 2016, transaksi e-commerce diprediksi mencapai US$13 miliar dan pada 2020, targetnya menembus US$130 miliar. 

IDC menilai pemerintah Indonesia salah dalam menghitung potensi e-commerce di Tanah Air. Menurut IDC, kesalahan itu terjadi bisa jadi, karena data e-commerce O2O transaksinya dua kali dihitung. Selain itu, bisa juga disebabkan karena pemerintah memasukkan data ride sharing. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya