Indonesia Jadi Tempat Uji Klinis Vaksin Dengue

Ilustrasi nyamuk malaria.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Penelitian vaksin dengue di Indonesia dimulai pada 2011 di Jakarta, Bandung, dan Denpasar. Riset ini melibatkan anak-anak sekolah dasar di ketiga kota tersebut.

Sedang Ramai, Ini 5 Cara Mencegah Penyebaran Nyamuk DBD yang Mengancam Jiwa

Hingga saat ini, penelitian vaksin dengue masih terus berjalan dan ditargetkan akan selesai pada September tahun depan. Meski demikian, memasuki tahun kedua penelitian sudah dihasilkan manfaat dari vaksin ini.

Hasil penelitian juga telah dipublikasikan oleh sebuah majalah kesehatan The Lancet pada 2014. Hasil dari penelitian yang dilakukan di Asia maupun Amerika pun menunjukkan hasil yang sama, yaitu adanya suatu konsistensi efikasi.

Turis Australia Ngeluh Terjangkit DBD di Bali, Menkes Bilang Harusnya Bersyukur

"Ada dua reaksi yakni lokal dan sistemik. Lokal itu pada daerah penyuntikan seperti bengkak, nyeri, kemerahan, sedangkan sistemik apa yang dirasakan tubuh seperti demam, nyeri kepala, lesu, nyeri otot. Ini dikarenakan vaksinnya hidup jadi akan mempunyai gejala efek samping sama seperti penyakitnya," kata Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), peneliti utama studi klinis fase III vaksin dengue di Indonesia, di Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2016.

Sebenarnya, keterlibatan Indonesia dalam penanganan demam berdarah dengue (DBD) di dunia sudah terjadi sejak penyakit ini pertama kali ditemukan di Surabaya, Jawa Timur, pada 1968.

Masyarakat Diminta Waspada DBD dan HFMD, Kemenkes: Penyakit Tak Libur saat Libur Lebaran

Indonesia sudah dikenal secara internasional karena berhasil menurunkan angka kematian. Salah satu dokter yang sangat berperan kala itu adalah Profesor Soemarmo. Dalam perkumpulan Asia maupun dunia, Indonesia telah menjadi salah satu pionir dalam penyakit demam berdarah.

Namun, keberhasilan itu ternyata membuat Indonesia diduga terlena sehingga membuat DBD seperti penyakit biasa saja. Data yang masih menunjukkan angka kematian pun menjadi peringatan bagi Indonesia untuk kembali waspada.

"Maka pada waktu International Dengue Congress yang kedua di Phuket, di sana juga ada Prof. Soemarmo dan pentolan dengue dunia, kami menyadari bahwa penelitian dengue sudah jauh dan Indonesia tidak pernah dilibatkan lagi," kata Sri.

Sri melanjutkan, pada saat perkumpulan itu, Indonesia mulai menunjukkan kembali eksistensinya dalam dunia penelitian. Tidak lama datang sponsor vaksin yang ingin mengadakan penelitian. Kesempatan besar ini pun tidak dilewatkan.

"Akhirnya Indonesia diterima menjadi salah satu tempat penelitian. Tapi tidak selesai sampai di situ, membina 1.870 anak subjek penelitian agar drop out selama lima tahun juga tidak mudah. Setiap tahun kami selalu ajak bermain, makanya Indonesia menjadi salah satu negara dengan drop out paling kecil," kata Sri.

Tidak hanya menyenangkan hati para subjek penelitiannya, setiap tahun Sri bersama timnya juga selalu memantau kondisi sakit mereka.

Dalam penelitian vaksin ini, Indonesai ikut dalam fase III yaitu mengukur efikasi vaksin. Di mana subjek dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok yang diberikan vaksin dan kelompok lain tidak. Kemudian masing-masing kelompok dilihat berapa subjek yang sakit dan berapa yang tidak.

Penelitian ini dmulai di Thailand pada anak-anak usia 4-11 tahun dengan subjek di atas 4.000 yang dipantau selama lima tahun. Vaksin diberikan tiga kali dengan interval enam bulan.

Selain itu, penelitian ini juga dilakukan di Malaysia, Vietnam, dan Filipina dengan subjek di atas 10 ribu dan dipantau selama lima tahun juga. Bersamaan dengan penelitian ini, juga dilakukan penelitian di Amerika Latin pada anak  usia 9-16 tahun.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya