Kominfo Diminta Kurangi Risiko Tarif Interkoneksi

Ilustrasi BTS.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Pakar teknologi dari Chalmers University of Technology, Swedia, Ibrahim Kholilul mengatakan, polemik dalam penentuan tarif interkoneksi harus segera dijelaskan secara gamblang oleh pemerintah. Sebab, pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat memitigasi kebijakan soal tarif interkoneksi.

Pakai APBD Rp 12 Miliar, Penajam Paser Utara Bangun Interkoneksi Perpipaan Air Bersih

Dia mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dapat memitigasi tentang peraturan interkoneksi. Ibrahim mengungkapkan, itu juga dilakukan oleh negara lainnya dalam menetapkan penurunan tarif interkoneksi.

"Interkoneksi harus diatur yang dalam hal ini merupakan peran dari Kementerian Kominfo," ucapnya dalam keterangan, Selasa 16 Agustus 2016.

Menteri ESDM: Interkoneksi Listrik Sumatera-Malaysia Ditargetkan 2030

Dia menuturkan, soal interkoneksi harus dituangkan secara jelas yang diatur oleh regulasinya. "Kalau pun nantinya peraturan itu menghadirkan kontroversi, hal tersebut harus dicermati secara bijak. Smart solution, pasti menghadirkan dua sisi, yaitu sisi positif dan negatif," ucapnya.

Meski demikian, kata Ibrahim, pola pikir pembuat kebijakan sejatinya harus tidak berkutat soal perhitungan angka saja, melainkan lebih dari itu. Sebab, teknologi informasi dan komunikasi merupakan industri yang memiliki dampak luas, maka dari itu kebijakannya pun tidak berhenti pada soal komunikasi saja.

Kominfo Didesak Tuntaskan Seleksi Verifikator Interkoneksi

"Industri telekomunikasi itu berhubungan dengan sektor lainnya dan itu perlu dikembangkan. Telekomunikasi dapat berperan sebagai enabler," ucapnya.

Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyelesaikan perhitungan tarif interkoneksi dengan menggunakan 18 skenario panggilan dari layanan seluler dan telepon tetap sekitar 26 persen.

Dengan demikian, tarif interkoneksi seluler saat ini menjadi Rp204 per menit dari sebelumnya Rp250. Aturan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya