Sains di Balik Segitiga Bermuda yang Misterius

Ilustrasi Segitiga Bermuda
Sumber :
  • Google Maps

VIVA.co.id – Banyak orang yang percaya mitos bahwa Segitiga Bermuda memiliki sisi magis dan horor akibat dari beberapa kasus kapal laut yang menghilang dan tidak diketahui penyebabnya hingga saat ini. Ilmuwan pun mencoba memberikan jawaban di balik Segitiga Bermuda yang misterius.

Dokter Indonesia Dapat Kesempatan Berkarier di Korea

Wilayah segitiga di Laut Atlantik, yang melibatkan wilayah Puerto Rico, Florida dan Bermuda, memang dikaitkan dengan hilangnya banyak kapal sejak 1945. Diawali dari satu skuadron, yang terdiri dari lima pesawat terbang Angkatan Laut Amerika, yang sedang melakukan pelatihan, tiba-tiba hilang tanpa jejak. Sejak itu banyak spekulasi bermunculan, termasuk pendapat bahwa Segitiga Bermuda merupakan tempat menuju 'dunia lain'.

Dilansir melalui Live Science, Rabu, 23 Maret 2016, penjelasan ilmiah diutarakan oleh ilmuwan dari Aviation Safety Network dan U.S. Coast Guard (USCG). Mereka mengindikasikan kehilangan pesawat itu berhubungan dengan aktivitas badai yang kerap terjadi di wilayah Bermuda, ditambah dengan kondisi kapal yang kurang baik.

Yayasan Sativa Nusantara Resmi Serahkan Policy Brief Ganja Medis

"Setelah kami meneliti pesawat-pesawat dan kapal yang hilang di wilayah itu, selama beberapa tahun ini, tidak ditemukan bukti lain kecuali adanya penyebab fisik. Dengan kata lain, cuaca di laut dan kelalaian manusia merupakan penyebab utama. Segitiga Bermuda tidak lebih misterius dan berbahaya ketimbang laut terbuka lainnya di dunia," tulis situs USCG.

Kedalaman Air Laut

AS dan China Rebutan Lapak di Bulan

Penjelasan lain yang masuk akal adalah terkait dengan kedalaman laut. Data National Ocean Service menyebutkan, 70 persen dari planet bumi terdiri dari laut dengan ukuran paling dalam rata-rata 3.700 meter sampai 11.000 meter. Pada 1964, reporter bernama Vincent Gaddis mengatakan, jika Segitiga Bermuda memiliki ukuran luas sekitar 1,3 juta kilometer persegi. Volume air laut sekitar 1.338 kilometer kubik. Inilah yang menyebabkan kapal dan pesawat bisa langsung menghilang tanpa jejak.

Veteran Angkatan Laut Amerika yang menulis tentang Segitiga Bermuda, Howard L. Rosenberg mengatakan, jika kapal angkatan laut, yang bertugas mencari pesawat Flight 19 yang hilang di wilayah itu juga ikut menghilang dan 13 kru di dalamnya tidak pernah ditemukan. Menurut Rosenberg, kemungkinan besar Flight 19 hilang karena kehabisan sumber daya. Jika jatuh ke laut, sudah pasti bodi pesawat akan pecah berkeping-keping dan tenggelam. Air laut di wilayah itu sangat dingin dan tidak akan membiarkan para kru bertahan lebih lama. Sedangkan pesawat penyelamat yang ikut hilang, PBM Mariner, disebut sebagai 'tanki pembawa gas berjalan'. Tidak heran jika ia mudah terbakar saat kecelakaan terjadi.

"Segitiga Bermuda merupakan wilayah terbang paling padat di dunia. Banyak kapal dan pesawat yang melintasi wilayah itu sehingga tidak jarang terjadi kecelakaan," papar Rosenberg.

Cuaca Ekstrem

Fakta lainnya juga disebutkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Menurut ilmuwan di departemen tersebut, Segitiga Bermuda sering dihiasi cuaca ekstrem, baik badai tropis maupun angin topan. Pesawat dan kapal di zaman dahulu berbeda dengan zaman sekarang, yang lebih siap dengan perubahan cuaca ekstrim dan tiba-tiba. Bahkan pesawat zaman sekarang kerap dibantu dengan prediksi cuaca yang akurat.

Cuaca ekstrem yang paling sering terjadi adalah badai dan petir bernama meso-meteorological, yang bisa muncul tiba-tiba tanpa peringatan. Badai ini mampu mengacaukan sinyal komunikasi kapal dan menciptakan berbagai gelombang. Jika kecelakaan terjadi, hiu dan barakuda di Segitiga Bermuda mampu menghilangkan 'barang bukti'.

"Laut selalu menjadi tempat misterius bagi manusia. Jika cuaca dan navigasi tidak mendukung maka akan menjadi tempat yang paling berbahaya. Tidak ada bukti terkait kehilangan misterius yang terjadi di Segitiga Bermuda. Semua karena wilayah ini merupakan lintasan penerbangan terpadat," tulis NOAA.

Senyawa Methane

Pada Maret 2015, peneliti menemukan koleksi kawah di Laut Barents, lepas pantai Norwegia. Dikatakan jika kawah itu muncul karena ledakan senyawa metana pada akhir zaman es, atau sekitar 11.700 tahun lalu. Senyawa metana ini pun kemudian dikaitkan dengan Segitiga Bermuda. Senyawa ini bisa menyebabkan lubang hisap atau membentuk gelembung gas yang dengan cepat dapat menonaktfikan sistem kapal kemudian menenggelamkannya.

Namun menurut geofisikawan dari U.S. Geological Survey (USGS), Carolyn Ruppel, hal ini merupakan hal yang mustahil.

"Kebanyakan metana yang ada di dalam laut saat ini telah diproses oleh mikroba menjadi karbon dioksida. Tidak mungkin gas metana keluar utuh ke permukaan laut karena telah lebih dulu berubah menjadi karbon dioksida. Jadi jangan berharap adanya malapetaka terjadi dalam beberapa abad ke depan," ujar Ruppel.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya