Ada Ritual Mayat Berjalan di Museum Kematian Surabaya

Tengkorak manusia yang diperkirakan berusia 3.000 tahun koleksi Museum Etnografi Kematian di kampus Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Januar Adi Sagita
VIVA.co.id - Bagi sebagian orang, kematian adalah hal yang menyeramkan. Namun hal berbeda akan disajikan dalam Museum Etnografi Kematian di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Airlangga (FISIP Unair) Surabaya, Jawa Timur.
Dolan ke Museum Batik Pekalongan
 
Museum itu menampilkan kematian dari sisi yang berkaitan dengan berbagai adat istiadat di seluruh Indonesia. Di antaranya, replika ritual mayat berjalan di Manene, Toraja, Sulawesi Selatan, maupun upacara kematian di daerah lain.
Museum di Inggris Pamer Koleksi Feses Hewan dan Manusia
 
Ketua Pengelola Museum dan Kajian Etnografi FISIP Unair, Toetik Koesbardiati, menjelaskan bahwa museum itu sebenarnya telah dibuka pada sepuluh tahun silam. Namun belum banyak masyarakat yang mengetahuinya.
Satu-satunya Museum Alat Vital di Dunia
 
Menurutnya, tujuan dibukanya museum itu untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai kematian secara ilmiah. “Maksudnya agar perbincangan mengenai kematian bisa dilakukan, serta untuk melihatnya dari sisi warisan peradaban dunia,” kata Toetik di Surabaya pada Senin, 21 Maret 2016.
 
Museum itu, Toetik menambahkan, dimaksudkan juga untuk memfasilitasi berbagai hasil penemuan dari para arkeolog, terutama dari FISIP Unair. “Supaya penelitian mereka tidak hilang begitu saja dan bisa terus dikembangkan melalui museum ini.”
 
Selain menampilkan berbagai penjelasan adat istiadat maupun upacara masyarakat tentang kematian, museum itu juga memajang koleksi lain. Salah satunya adalah tengkorak manusia yang berasal dari masa prasejarah, 1040 sebelum Masehi (SM). “Kalau diperkirakan, usianya bisa mencapai sekitar 3.000 tahun,” ujarnya.
 
Tengkorak itu berasal dari Nusa Tenggara Timur, yang ditemukan AA Sukadana, peneliti pada Unair. Tengkorak manusia purba yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Trowulan, Mojokerto, juga turut mereka pamerkan.
 
Toetik berharap museum itu akan lebih banyak menarik minat masyarakat. “Sekali lagi, supaya mereka (masyarakat) bisa melihat kematian dari sisi lain, khususnya adat istiadat, upacara, dan budaya.”
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya