Isu 'Hak untuk Dilupakan' dari Internet Mulai Bergulir

Ilustrasi internet
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id –  Right to be forgotten atau ‘hak untuk dilupakan’ tengah diwacanakan bisa diterapkan di Indonesia. Hal itu terbukti dari pembicaraan yang dilakukan pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dengan Komisi I DPR-RI, kemarin.

Ibu Milenial Cenderung Cari Informasi Parenting di Internet

Kepada VIVA.co.id, Selasa, 15 Maret 2016, Rudiantara mengemukakan, isu ‘hak untuk dilupakan’ saat ini belum bisa diterapkan, karena masih terkendala dari aturan data pribadi yang belum ada di Indonesia.

Hal ini berbeda dengan negara-negara lainnya, contohnya Jepang dan Eropa yang memberikan 'hak untuk dilupakan’ kepada pengguna tentang data riwayat buruknya di Google. Di Jepang, melalui pengadilan, seorang pria menuntut Google untuk menghapus informasi catatan kriminalnya di dunia maya.

Pasien Sering Googling Informasi Ini Sebelum ke Rumah Sakit

"(Kemarin) dengan DPR mengangkat isu, bagaimana wacana right to be forgotten (diterapkan di Indonesia). Tapi, saya tidak adress itu secara spesifik, tapi saya sampaikan yang menjadi concern kita adalah belum adanya aturan atau undang-undang tentang perlindungan data-data pribadi," ujar Rudiantara.

Pria yang disapa akrab Chief RA ini melanjutkan, berbeda dengan sektor perbankan yang sudah bisa dilakukan di Indonesia. Maka, untuk penghapusan informasi seseorang di dunia internet harus menunggu aturan privasi data dulu dimunculkan.

Riset: Pelajar Indonesia, Pengguna Teknologi Tertinggi di Dunia

"Beda dengan perbankan yang punya bank secrecy act, jadi (hak untuk dilupakan) itu berbeda. Tapi, secara umum teman-teman kalau mau bikin Gmail, Yahoo, email data diserahkan ke sana (luar). Saat pesan hotel kan ketahuan, informasinya terbuka. Orang-orang complain, lah kenapa pakai aplikasi terbuka," ungkapnya.

Untuk itu, pemerintah dan Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) tengah mendorong untuk mengembangkan layanan Over-the-Top (OTT) lokal, guna menggempur kedigdayaan seperti Google, Facebook, Twitter, hingga WhatsApp.

"(Intinya) belum bisa diterapkan, belum ada aturannya. Baru wacana," kata pria yang pernah mengisi berbagai posisi strategis di berbagai operator telekomunikasi ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya