Menristekdikti: Kemenkes Kurang Cepat Teliti Alat Warsito

Menristekdikti Mohamad Nasir di Gedung Dikti, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), Mohamad Nasir, merasa bahwa Kementerian Kesehatan kurang cepat menangani ‘kasus’ Warsito. Diketahui, Warsito Purwo Taruno, penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker dan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) untuk diagnosa kanker.
 
“Kemenkes kurang cepat menanggapi yang modelnya ini (teknologi Antikanker Warsito), tetapi saya sudah mendorong Menteri Kesehatan, dia mendampingi,” ujar Nasir kepada VIVA.co.id, saat ditemui di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.
 
Nasir mempertegas, perundingan persetujuan dari Kemenkes dinilai terlalu lama. Demikian juga, dengan uji klinis kedua alat ‘ciptaan’ Waristo tersebut.
 
“Mestinya bisa dilakukan lebih cepat, karena jika dilakukan cepat, itu akan memberikan dampak positif pada Indonesia, khususnya peneliti,” kata Nasir.
 
Saat ini, memang nasib uji coba teknologi ECCT dan ECVT yang digodok Warsito ada di tangan kedua kementerian, yakni Kemenristek Dikti dan Kemenkes. Kemenristek Dikti telah menyatakan bahwa teknologi ECCT dan ECVT sudah tidak ada masalah lagi.
 
Hanya saja, uji coba klinis lebih lanjut masih dilakukan oleh Kemenkes dengan membentuk tim yang juga terafiliasi dengan Kemenristek Dikti.
 
Sementara itu, Waristo sudah mulai ‘Go Internasional’, setelah pelatihan yang dilakukan awal Februari ini di Warsawa, Polandia, sejumlah negara di belahan dunia pun antre ‘mencicipi’ teknologi antikanker milik Warsito itu.
 
Negara yang sudah menantikan yakni, Kanada, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Malaysia, Sri Lanka, Rusia, Dubai, Arab Saudi sampai India. Dengan Singapura, Warsito telah menandatangani kontrak untuk riset, pengembangan dan produksi alat ECCT dan ECVT untuk diedarkan ke seluruh dunia. (asp)

Anak Kanker Tak Bisa ke RS Karena Pandemi, Ini Penanganannya
penyakit kanker

Tak Perlu Keluar Negeri, Indonesia Kini Punya Terapi Kanker Gunakan Teknologi Tenaga Nuklir

Kanker merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia. Di 2018 kasus kan meningkat 28 persen di Indonesia. Pada 2021, lebih dari 2 juta kasus

img_title
VIVA.co.id
19 Oktober 2022