SAFEnet: UU ITE Pola Berubah untuk Balas Dendam

Damar Juniarto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengungkapkan sejumlah fakta mengenai permasalah yang ditimbulkan oleh Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pemerintah dan DPR Akan Revisi UU ITE Secara Terbatas

Menurut mereka, apabila UU ITE dibiarkan terus-menerus, khususnya Pasal 27 ayat 3, akan dimanfaatkan untuk ajang balas dendam.

"Dalam pola yang dilihat oleh SAFEnet, tren ke depannya polanya akan berubah, tidak lagi menjadi soal pencemaran nama baik, tetapi sudah mengarah balas dendam," ujar Regional Coordinator SAFEnet, Damar Juniarto di Bakoel Koffie, Jakarta, Senin 30 November 2015.

Seperti diketahui, Pasal 27 ayat 3 yang dikenal dengan 'pasal karet' ini sering digunakan seseorang untuk menuduh lainnya yang dianggapnya pencemaran nama baik. Sejak dibentuk UU ITE pada 2008 lalu, SAFEnet menemukan 118 korban yang terjerat, yang mana 90 persen berasal dari kasus pencemaran nama baik.

Damar menambahkan, dari kacamata SAFEnet dan monitoring persidangan yang diikutinya, paling tidak ada empat macam pola yang ditemukan.

"Balas dendam, barter kasus hukum lain, membungkam kritik, dan shock therapy," ungkapnya.

Kemudian, tambah dia, adanya 'pasal karet' itu semakin membungkam demokrasi yang diusung Indonesia selama ini. Damar mengatakan, pasal tersebut akan terus menghantui bagi para netizen yang cukup vokal dalam mengungkapkan kebenaran.

"Targetnya sudah jelas, ini untuk membungkam seperti aktivis korupsi, yang vokal penuh kritik itu yang diincar. Lalu, para oposisi pemerintah, media jurnalis, whistle blower itu yang ditargetkan UU ITE ini," jelasnya.

SAFEnet mengemukakan, berdasarkan korban 'pasal karet', kebanyakan pihak yang diadukan ini meliputi artis, aktivis, pegawai negeri sipil, ibu rumah tangga, motivator, mahasiswa, advokat, budayawan, sosiolog, karyawan, politisi, penulis, sastrawan, perawat, wartawan, ustad, tukang sate, pengamat, dan jurnalis.

Sementara itu, pihak yang mengadu sering berasal dari pejabat publik (kepala daerah, kepala instansi/departemen), kalangan profesi (dokter, jaksa, politisi), kalangan berpunya (pemilik perusahaan, pimpinan/manajer), dan sesama warga (statusnya setara).

Diberitakan sebelumnya, berbagai elemen organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk menuntaskan revisi UU ITE Pasal 27 ayat 3. Sebab, hingga penghujung tahun 2015, belum ada tanda-tanda akan dibahas. Padahal, direncanakan UU ITE akan dirampungkan tahun ini.

Organisasi sipil yang dimaksud, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Demokrasi Digital (FDD), Indonesia Center for Deradicalization and Wisdom (ICDW), ICT Watch-Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), dan Yayasan Satu Dunia. (asp)

Pengacara: Tak Ada Niat Jahat dalam Tulisan Haris Azhar
naskah revisi UU ITE hilang

Revisi UU ITE, Jangan Hanya Urus Pasal Karet Saja

Disarankan juga untuk bahas aturan pemblokiran.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016