Melihat Teknologi Penahan Lahar Buatan Jepang di Yogya

Sabo Dam buatan Jepang di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id - Jepang memiliki teknologi untuk menahan sedimen dan banjir lahar dari gunung berapi. Untuk di Indonesia, Jepang sudah menerapkan teknologi penahan yang disebut Sabo Dam.

Sabo Dam berguna untuk menahan aliran sedimen dan awan panas yang bisa ditahan dengan adanya dinding dari dam. Teknologi Sabo Dam buatan Jepang sudah diadopsi di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta sejak 40 tahun lalu.

Sector Leader V dari Yachiyo Engineering (Yeo) Jepang, Junichi Fukushima, mengatakan Sabo Dam mampu menampung 2.000 meter kubik sedimen.
 
“Kalau tidak salah, satu Sabo Dam, 20 ribu meter kubik, tetapi itu hanya damnya saja. Cuma itu kapasitas kalau kita memperhitungkan damnya saja, tetapi pinggir ada tanggul, jadi itu minimalnya,” kata Junichi, Selasa 3 November 2015, di kaki Gunung Merapi, Sungai Gendol, Glonggang, Yogyakarta.
 
Bicara soal ketahanan, Sabo Dam tahan terhadap getaran gempa maksimal hingga getaran skala lima yang terasa di permukaan.
 
“Sampai skala lima, bukan richter, tetapi getaran yang terasa di permukaan,” katanya.
 
Junichi mengatakan, teknologi dam di Jepang, berbeda dengan dam yang ada di Yogyakarta. Dikatakan, di dalam negerinya untuk melalui aliran sedimen, dam di sana sudah menggunakan baja, bukan terbuat dari beton. Materi dam dari beton disebutkan lebih rentan rusak.
 
Teknologi bahan baja pada dam terbukti pada saat gempa melanda Jepang pada 2011. Serangan getaran permukaan pada skala tujuh, dan dam tidak mengalami kerusakan.
 
Namun, di Indonesia, kenapa tidak menggunakan baja, karena biaya yang digunakan lebih mahal. “Bisa empat kali lipat dari beton,” ungkapnya.

Puluhan Juta Meter Kubik Material Merapi Ancam Warga Yogya

250 Sabo Dam

Junichi Fukushima, yang ikut mengerjakan proyek Sabo Dam dari 2006 hingga 2013 di Yogyakarta, mengatakan bahwa hingga saat ini terbentuk 250 Sabo Dam, berkat kerja sama antara Jepang dan Indonesia.
 
“Jumlah Sabo Dam yang sudah dibangun ada 250, di sisi Yogyakarta, selatannya Gunung Merapi,” ujar Junichi di kaki gunung Merapi, Kali Kuning, Yogyakarta.
 
Junichi menceritakan, semasa ia memegang proyek dari 2006, sudah dilakukan perubahan dengan metode baru. Yaitu, pada dinding Sabo Dam memiliki lubang.
 
Sebelum 2006, bentuk Sabo Dam masih tertutup didindingnya.
 
Perbedaan keduanya, pada dam dengan dinding yang terbuka, memungkinkan sendimen dan awan panas yang mengalir di hulu tetap terjaga. Karena, terus menerus melewati lubang hingga ke hilir.
 
“Bedanya dengan yang ditutup, kalau yang dibuka masih ada sedimen yang keluar melewati dam tersebut, sehingga kapasitas di sisi hulu bisa lebih terjaga, lebih lama. Karena itu, dengan ukuran yang sama, kalau terbuka (dengan lubang) kapasitasnya bisa beberapa kali dibanding yang tertutup,” jelasnya.
 
Dari 250 Sabo Dam, tipe dengan dinding yang berlubang ada sebanyak 36 buah.

Ia menambahkan, untuk satu Sabo Dam, bisa menghabiskan biaya 120 juta Yen. Dari 250 Sabo dam, dua pertiga dibangun atas bantuan Jepang, dan sepertiga dari Indonesia.
 
Saat erupsi Gunung Merapi pada 2010, beberapa Sabo Dam mengalami kerusakan. Karena keterbatasan anggaran, Jepang membantu Indonesia untuk perbaikan 10 Sabo Dam saja.
 
“Sisanya Kementerian PU yang merehabilitasi, semuanya benar-benar PU yang menangani,” ujar Junichi.
 
Untuk perawatan Sabo Dam, dilakukan oleh Kementerian PU dan penelitian pengembangan Sabo Dam lebih lanjut dilakukan oleh Balai Sabo Dam Indonesia.
 
Proyek Sabo Dam yang di mulai sejak 2006, dibawah bantuan Japan Indonesian Cooperation Agency (JICA).

(asp)

BMKG: Banjir dari Lereng Merapi Masih Ancam Yogya
Gunung Gamalama

Warga Diimbau Waspada Lahar Dingin Gunung Gamalama

Banjir lahar dingin pernah terjadi tahun 2012 di Kota Ternate

img_title
VIVA.co.id
5 Agustus 2016