Analisis Ilmiah Tragedi Mina

Jemaah haji saat berada di jembatan menuju Jamarat, Mina.
Sumber :
  • theguardian.com

VIVA.co.id - Musibah kembali terjadi dalam pelaksanaan haji 1436 Hijriyah. Tragedi Mina yang menewaskan ratusan jemaah haji kembali terulang.

Arab Saudi: Investigasi Tragedi Mina Masih Butuh Waktu

Sebanyak 717 orang meninggal dunia dan lebih dari 800 orang terluka. Mereka terdesak, terdorong dan terinjak saat hendak menjalankan ritual melempar jumrah di Jamarat.

Para ilmuwan pun turut prihatin dengan tragedi tersebut. Ilmuwan turut menganalisa tentang rawannya kerumunan orang dalam jumlah jutaan orang.

Pakar ilmu sosial komputasional ETH Zurich yang mempelajari dinamika kerumunan, Dirk Helbing, mengatakan meninggalnya ratusan jemaah haji lebih dikarenakan oleh fisik dibanding efek psikologis.

"Ini sebagian besar merupakan fenomena fisik, bukan psikologis," ujar Helbing dikutip dari Salon, Jumat 25 September 2015.

Dia menjelaskan, dalam kasus kepadatan manusia yang terlalu tinggi, gerakan tubuh akan 'mentransfer' kekuatan untuk tubuh lainnnya. Kekuatan tersebut bisa menambah dan menciptakan gerakan tak terkendali dalam sebuah kerumunan.

Akibatnya, kata dia, orang yang jatuh di tanah dalam kerumunan akan mudah terinjak-injak oleh orang lain.

Menurutnya, insiden dalam kerumunan bisa terjadi dengan cepat. Bahkan kata dia, dalam insiden kecil saja, yaitu saat dua orang berkelahi atau berjalan melawan kerumunan, bisa dengan cepat mengacaukan kerumunan dalam skala besar.

Dalam skema saat orang makin masuk dalam sebuah area, maka kerumunan akan makin muncul dan selanjutnya akan menciptakan risiko gejolak yang mematikan.

"Jadi masalah kecil berubah menjadi masalah besar yang tidak bisa dikendalikan lagi," ujar Helbing.

Helbing mengatakan kekuatanan tekanan dalam kerumunan memang sangat kuat. Tak heran tragedi Mina menimbulkan banyak korban yang meninggal.

Helbing yang mengaku terlibat dalam pekerjaan awal Jembatan Jamarat mengatakan, dalam kasus gerakan orang searah umumnya tidak menimbulkan masalah sampai adanya rintangan jalan yang sempit.

Kasus kerumuanan lain yang berbahaya yaitu saat orang mencoba untuk mengakses dua tempat berbeda dalam satu waktu sekaligus atau saat banyak orang bergerak dalam dua arah yang berbeda saling bertabrakan atau bertemu.

Helbing mengatakan dalam kasus kerumunan besar, enam sampai tujuh orang yang terus mendorong dalam satu arah bisa menghasilkan kekuatan yang cukup untuk membengkokkan pagar baja.

Hasil autopsi sejauh ini menunjukkan ada kekuatan tekanan sampai 6,4 psi atau kekuatan tekanan per meter persegi pada dada jemaah haji.

Helbring mengatakan dalam model standar, pejalan kaki pasti berusaha menghindari rintangan. Dalam kepadatan rendah atau tidak ada kerumunan, ia menggambarkan pejalan kaki mirip dengan aliran laminar. Aliran ini mirip dengan aliran sungai yang bergerak cepat dengan dasar yang datar.

Namun, dalam model saat kepadatan naik, pejalan kaki memilih memperlambat atau menghentikan jalan. Hal ini akan memicu gejolak yang merambat keluar.

Dia menyebutkan kepadatan kritis akan terjadi saat kerumunan orang memiliki variasi rata-rata bentuk tubuh.

Putra Mahkota Saudi Gelar Pertemuan Soal Tragedi Mina

Contoh binatang

Dalam hal mensiasati kerumunan, peneliti menunjukkan cara sukses perilaku pada binatang.

Iain Couzin, ahli biologi Princenton University, AS mengatakan makhluk seperti ikan teri sampai burung jalak memiliki cara yang dianggap sukses dalam mengelola kerumunan. Makhluk tersebut, kata Couzin, secara kolektif berbagi karakteristik matematika.

"Saat kita melihat kawanan burung atau ikan terkoordinasi, hal ini menunjukkan sebuah evolusi. Sayangnya, kita tidak (melakukannya). Kita telah berkembang menjadi kelompok keluarga kecil," ujar Couzin.

Dia mengatakan manusia memang makin banyak tinggal di kota yang padat. Namun kemudian manusia terjebak dalam situasi kota yang padat tanpa ada skenario untuk mensiasati kepadatan itu.

"Kita tidak tahu bagaimana berperilaku dalam skenario itu. Situasi ini tak memungkinkan kita untuk secara alami merasa kita dapat memahami apa yang terjadi," ujar Couzin.

Analisa lain disampaikan oleh Keith Still, pakar ilmu kerumunan dari Manchester Meteropilitan University, Inggris. Still mengatakan jemaah haji meninggal bukan karena kepanikan tapi memang mereka terdesak oleh kerumunan banyak orang yang membuat mereka susah untuk bernafas.

Namun demikian, Still juga menyoroti soal sistem infrastruktur menuju Jamarat yang dibangun pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, tragedi Mina Kamis lalu akibat banyak jemaah yang macet dalam ruang yang terlalu kecil.

Sebagaimana diketahui pemerintah Saudi mengatakan penyebab kerumunan adalah adanya pertemuan antara dua kerumunan dari dua arah yaitu dari Jalan 204 dan Jalan 206.

"Setiap sistem memiliki batas yang terbatas saat orang melewatinya. Saat Anda mendapatkan orang di atas jumlah tersebut, risiko meningkat secara eksponensial. Tragedi itu tampak seperti sistem yang telah melampaui kapasitas yang aman," ujar Still.

Pakar kerumunan tersebut mengatakan ada salah satu strategi yang efektif dalam menghadapi kerumunan besar. Pengelola perlu menerapkan pendekatan hold and release.

Indonesia Tagih Janji Arab Saudi

Skema ini yaitu orang-orang harus berhenti sementara dari rute yang ada, dan kemudian setelah beberapa saat baru kemudian aliran kerumunan rute dibuka kembali.

"Inilah yang menciptakan ruang," kata Still.

Helbing mengakui untuk mengatur jutaan jemaah haji bukanlah hal yang mudah. Sebab kadang ada jemaah yang tidak mematuhi prosedur, jadwal melempar jumrah sampai tak mematuhi aturan kamp. Belum lagi, kata dia, jemaah berasal dari berbagai negara dan bahasa yang membuat susah untuk berkoordinasi. (ase)

Jamaah haji dapat perawatan saat tragedi di Mina

Jumlah Korban Tragedi Mina 2.070 Jiwa

Hitungan Reuters tiga kali lebih banyak dari hitungan pemerintah Saudi

img_title
VIVA.co.id
30 Oktober 2015