LBH Pers Soroti Kejanggalan Kasus IM2

Mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVA.co.id - Direktur Eksekutif LBH Pers Indonesia, Nawawi Bahrudin, menyebutkan ada kejanggalan dalam kasus yang melibatkan mantan Direktur IM2, Indar Atmanto, saat melakukan kerja sama dengan induk perusahaannya, Indosat.

Menurutnya, Majelis Hakim dalam putusannya telah menyampingkan penilaian dari Menkominfo sebagai pejabat negara yang bertanggung jawab soal telekomunikasi, setidaknya dalam menentukan ada tidaknya Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

“Ada banyak kejanggalan dalam kasus IM2 dan Indar Atmanto ini. Ditambah lagi dengan dua putusan MA yang bertentangan,” ujar Nawawi dalam keterangan tertulisnya, Rabu 25 Februari 2015.

Dijelaskannya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengeluarkan Surat Kemenkominfo No. 65/M.Kominfo/02/2012 tertanggal 24 Februari 2012. Dalam surat tersebut tertulis dengan tegas bahwa kerja sama antara Indosat dengan IM2 tidak menyalahi aturan, melainkan sudah sesuai ketentuan regulasi yang berlaku.

Hal tersebut diperkuat Surat Kemenkominfo No. T684/M.Kominfo/KU.04.01/11/2012 pada 13 November 2012 kepada Jaksa Agung.

Jaksa Agung Tanggapi Keinginan Dirut IM2 Ajukan PK Kedua

Dukungan kepada Indar Atmanto

Pakar TIK, Onno W. Purbo, mengatakan bahwa tindakan Indar yang melakukan perjanjian kerja sama mengenai Akses Internet Broadband melalui jaringan 3G/HSDPA, sudah sesuai dengan peraturan perundangan telekomunikasi yang dilakukan oleh para penyelenggara jasa internet (ISP).

Untuk itu, untuk menyatakan dukungannya kepada Indar, Onno yang juga perintis jasa internet di Indonesia, membuat pernyataan bersama melalui petisi online change.org, atau www.bebaskanIA.tk.

Saat ini, petisi tersebut telah ditandatangani 36.489 masyarakat dalam dan luar negeri. Disebutkan, masyarakat tersebut meminta pemerintah memberikan kepastian hukum kepada ISP dan membebaskan Indar Atmanto, karena tidak ada peraturan dan perundang-undangan yang dilanggar.

"Investor khawatir dengan praktik kriminalisasi korporasi di sini, seperti yang menimpa IM2, Chevron, maupun Merpati,” ungkap Onno.

Kekhawatiran investor asing ini terlihat dari perhatian media asing terhadap kriminalisasi kasus IM2. New York Times menjadikan kasus tersebut sebagai headline untuk edisi 12 Februari 2015 edisi Amerika dan 13 Februari edisi Asia.

Surat kabar terkemuka asal Amerika Serikat ini menayangkan artikel tentang Perlawanan Korupsi di Indonesia yang menyeret orang yang seharusnya tidak bersalah ke balik jeruji penjara (Indonesia’s Graft Fight Strikes Fear Even Among the Honest).

Artikel yang dikutip dari NYT menyebut ada tiga orang yang tidak bersalah, namun mereka harus mendekam di LP Sukamiskin. Ketiganya adalah Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2. Lalu, Hotasi Nababan, mantan Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines, dan terakhir, Bachtiar Abdul Fatah, mantan manajer proyek untuk Chevron Pacific Indonesia. Indar harus menjalani hukuman delapan tahun, sedangkan Hotasi dan Bachtiar masing-masing melayani empat tahun.

Penanganan kasus yang melibatkan tiga orang yang seharusnya tidak bersalah itu, ditegaskan oleh NYT telah memicu kemarahan sejumlah kalangan.

Selain dari dalam negeri, NYT mengungkapkan, kemarahan yang disampaikan oleh organisasi internasional hak asasi manusia. Sedangkan para pebisnis internasional mempertanyakan jaminan keamanan di Indonesia, ketika mereka hendak menanamkan investasi dan menjalankan bisnisnya. (asp)

PK Eks Bos IM2 Ditolak, Kebebasan Berekspresi Terancam

Baca juga:

16 Asosiasi Ajukan Petisi Kasus IM2

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya