Smart Kampung, Cara Banyuwangi Jadi Kota Pintar

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Sumber :
  • VIVAnews/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id - Seperti dengan dua kota sebelumnya Banda Aceh dan Bandung, Banyuwangi pun ikut turut memanfaatkan pelayanan pemerintah berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Aktor di balik memerankan kemajuan kabupaten di bagian timur Jawa Timur itu adalah Abdullah Azwar Anas.

Namun, yang membedakannya dari dua kota sebelumnya, bila Banda Aceh dan Bandung mencanangkan smart city atau kota pintar, sementara Banyuwangi menerapkan konsep Smart Kampung.

"Ada banyak konsep smart cities tapi karena Banyuwangi itu Kabupaten, jadi istilahnya Smart Kampung. Smart Kampung itu untuk menghubungkan desa satu dengan lainnya. Problem di Indonesia adalah masalah jarak selain problem lainnya," ujarnya saat diskusi Smart Cities yang diselenggarakan Kedubes AS di kawasan SCBD, Jakarta, Kemarin, 28 Januari 2015.

Anas menjelaskan tantangan utama pada kabupatennya adalah masalah, sebab Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur. Diketahui, luas wilayah Banyuwangi yaitu 90 kali lipat dari Banda Aceh, 34 kali lipat dari Bandung, 17 kali lipat Surabaya, dan 9 kali lipat Jakarta.

"Jumlah penduduk kita 1,5 juta jiwa dan luasnya 5,7 juta kilometer persegi. Jadi, masalah jarak bisa diatasi dengan keberadaan IT. Seperti mengurusi KTP di Banyuwangi biasanya tiga jam, dengan adanya teknologi bisa mengurus KTP cuma 10 menit," ucapnya.

Untuk mengatasi permasalah itu dan mengembangkan Smart Kampungnya, Anas membuat tujuh fokus yakni Smart Economy, Smart Mobility, Smart People, Smart Environment, Smart Living, Smart Governance, dan Smart Farming.

Dari tujuh fokus tersebut, yang paling unik adalah bagian dari Smart People, yang lebih mengutamakan hasil produksi karya daerahnya ketimbang mengandalkan yang lainnya.

"Di Banyuwangi, seperti Alfamart dan Indomaret, maupun mal dilarang dibangun (dipusat) hanya boleh di pinggiran, sehingga kami harap ekonomi rakyat terus tumbuh," kata dia.

Hal ini mengacu prinsip Anas yang mengatakan "Sehebat apapun modal, selama rakyat tidak diproteksi akan kalah".

Ini yang Dibutuhkan untuk Kembangkan Kota Pintar


Selain itu juga, salah satu bagian dari Smart Environment. Bagian ini merupakan ketentuan kalau ada yang ingin mengeluarkan sertifikat, harus menanam pohon terlebih dahulu dan pohon tersebut harus sudah tumbuh besar. Program tersebut, Anas namai dengan Sedekah Oksigen.

"Setiap orang butuh oksigen tanpa oksigen orang akan cacat dan sakit. Maka saat ini, sedekah tidak harus dengan uang, tetapi dengan menanam pohon untuk memproduksi oksigen. Kalau sakit membutuhkan biaya luar biasa, rata-rata mengeluarkan Rp80 miliar per tahunnya, bayar kepada Tuhan. Memberikan sedekah ke masyarakat banyak," papar dia.

Menurutnya, buah hasil pemanfaatan teknologi terhadap kotanya yaitu jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerahnya meningkat cukup pesat dengan tidak mengandalkan iklan.

"Jumlah wisatawan yang berkujung ke Banyuwangi meningkat 1.000 persen dari sebelumnya dengan foto terus di-upload di media sosial dan itu tanpa iklan. Jadi, penduduk Banyuwangi selfie seperti di Instagram menjadi promosi luar biasa," jelas Anas.

Bahkan, dikatakannya para peternak sudah memanfaatkan online untuk menjual kambing maupun sapi kepada konsumen.

Meski konsep Smart Kampung yang ia jalani sudah membuahkan hasil, namun Anas menyampaikan masih ada kendala dalam penerapannya.

"Masalah adalah Smart Kampung ini itu masalah SDM, perlu waktu untuk pegawai dalam memahami teknologi ICT, maka dari itu kami sangat rajin merekrut PNS yang mempunyai keahlian ICT," ungkapnya.

Baca juga:

Penggagas Smart City: Butuh Rambu untuk Implementasi Cepat

Demi Smart City, Pejabat Daerah Perlu Diedukasi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya