Pakar: Pasal Super UU ITE Harus Dipakai Secara Ketat

Pelaku Bully Jokowi
Sumber :
  • VIVAnews

VIVAnews - Jerat pasal pemidanaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali memakan korban. Terakhir yaitu postingan gambar di Facebook hasil editan seorang tukang sate, Muhammad Arsad. Pemuda berusia 24 tahun itu dijebloskan ke tahanan Mabes Polri, setelah mengedit gambar Presiden Joko Widodo dan Megawati Soekarnoputri dicampur dengan potongan gambar pornografi.

Menanggapi jerat UU ITE itu, pakar hukum telematika Universitas Atma Jaya, Aloysius Wisnubroto, mengatakan sebaiknya kasus itu tidak dikriminalisasikan, meski ia menyesalkan perbuatan mengolok-olok dan menghina yang dilakukan si tukang sate itu.

"Sebaiknya didekriminalisasikan, karena akar persoalan jerat pasal itu ingin membuat orang makin jera. Tapi memang dalam menggunakan teknologi harus ada prinsip kehati-hatian," ujarnya kepada VIVAnews, Rabu malam, 29 Oktober 2014.

Ditanyakan tren kasus jeratan pasal pemidanaan UU ITE yang makin naik, Aloysius berpandangan agar penegak hukum menerapkan pasal itu secara ketat dan terbatas.

Menurut data Save Net Voice, setidaknya ada 70 kasus pelaporan terkait UU ITE pasal 27 ayat 3. Dari angka tersebut, sebanyak 34 kasus muncul di tahun 2014 saja. Kebanyakan mereka memposting hal yang disesali kemudian, saat polisi sudah datang menciduk.

Untuk itu, Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya itu khawatir pasal itu memang sangat berpotensi digunakan oleh orang yang memiliki kekuatan untuk menjerat orang yang lemah. Ia mengusulkan penerapan pasal pemidanaan UU ITE harus sangat ketat.

"Aturan (pasal) itu sebaiknya tak mudah diberlakukan, tanpa mengurangi asas demokrasi yakni penyampaikan ekspresi dan pendapat," jelasnya.

Pembatasan penerapan pasal itu, saran dia, sebaiknya tak dikenakan untuk kritikan yang bersifat untuk kepentingan umum. Sebab hal ini, kata Aloysius, sudah masuk dalam ranah kritik sosial.

Pasal pidana UU ITE itu bisa diterapkan, ujar dia,  jika memang ditemukan ada unsur kesengajaan mencemarkan nama baik seseorang atau lembaga.

"Jika ingin diterapkan maka harus ada unsur kesengajaan dengan fokus ingin menargetkan dan menyerang martabat dan kehormatan seseorang," tegasnya.

Menganggapi usulan bila kasus dengan jerat pasal pemidanaan UU ITE diselesaikan lewat jalur perdata, Aloysius mendukung. Sebab prinsipnya ide ini ingin agar kasus ini tak dikriminalisasikan.

"Itu spiritnya sama. Kalau di perdata bisa ada ganti nilai kerugian tertentu, musyawarah dengan permintaan maaf di media massa. Itu lebih baik daripada memboroskan ruang penjara," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, pada Kamis 23 Oktober 2014, Muhammad Arsyad alias Imen ditangkap aparat Mabes Polri, karena tudingan menghina Presiden Joko Widodo di halaman media sosial Facebook. Postingan itu tejadi saat musim kampanye Pilpres. Arsyad dilaporkan tim sukses Jokowi-JK pada 27 Juli 2014.

Atas tindakan itu, pelaku dijerat Pasal Berlapis, yaitu Pasal 29 Juncto Pasal 4. Ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU ITE.

Baca juga :

Prabowo Ingin Bentuk 'Executive Heavy" dengan Rangkul Semua Parpol, Kata Peneliti BRIN
Reskrim Polres Metro Jakarta Barat meringkus sipir taksi online bernama Michael Gomgom (30), yang menodong dan memeras seorang wanita yang menjadi penumpangnya.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Reskrim Polres Jakarta Barat, meringkus sopir taksi online, Michael Gomgom (30), yang menodong dan memeras seorang wanita yang menjadi penumpangnya. Dia sedang istirahat.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024