Pemerintahan Jokowi Belum Prioritaskan Energi Nuklir

Inti nuklir di dalam kolam reaktor riset nuklir Batan
Sumber :
  • BNPT
VIVAnews
Parto Patrio Rela Nahan Sakit Demi Tepati Janji Liburan Keluarga ke Bali
- Menteri Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta mengatakan, kebutuhan energi Indonesia di masa depan tak bisa selalu mengandalkan batu bara saja ataupun lainnya.

Kisah Sukses di Usia Emas, Mom Selly dan Perjalanan Kariernya di Industri Pertambangan

Ia lalu membeberkan kehebatan energi nuklir yang belum disentuh oleh Indonesia. Menurut Gusti, manfaatnya yang lebih baik daripada batu bara.
Wow! Ada Senjata HS Kaliber 9 Mm di Dalam Mobil Polisi yang Tewas di Mampang Jaksel


"Kita tahu kalau PLTN ini dibangun, kata para ahli, 1 kilogram uranium bisa membangkitkan 1 megawatt setiap malam, kalau ganti batu bara itu bisa beberapa ton," ungkap Gusti di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa 30 September 2014.

Gusti menambahkan, kajian serta riset sebelumnya sudah dilakukan. Saat ini, Bangka Belitung menjadi tempat strategis dari mulai ketersediaan bahan baku hingga faktor keamanannya.


"Tapi, sampai sekarang kok tampak belum ada (sinyal dimulai pembangunan). Mudah-mudahan di pemerintahan yang akan datang bisa merealisasikan PLTN tersebut," harapnya.


Gusti mengaku saat dia menjabat Menteri Lingkungan Hidup banyak ketakutan karena melihat ledakan PLTN di Fukushima, Jepang, pada 2011. Selain itu, ia menduga dulu tak sedikit perusahaan yang merayunya untuk jangan membangun PLTN karena akan berbahaya.


"Kenapa orang menolak membangun PLTN? Yang saya takutkan ada orang
nggak
ingin Indonesia pintar, padahal tenaga-tenaga kita sudah mumpuni yang berkaitan dengan nuklir. Bahkan, mereka diakui badan internasional," jelasnya.


Meskipun Gusti pesimistis Indonesia akan membangun PLTN yang mempunyai daya 1.000 megawatt yang akan menghabiskan sekitar Rp150-300 triliun. Namun, dia bersama yang lain sudah punya ancang-ancang membuat yang lebih kecil dan murah.


"Membuat yang kecil-kecilan sekitar 100 megawatt, mungkin biaya yang dihabiskan kurang dari Rp30 triliun. Kalau
nggak
dari sekarang, nanti kita terlambat. Membangun PLTN ternyata butuh waktu 10 tahun, baru merasakan energinya," ungkapnya.


Jokowi Belum Tertarik


Sayangnya, mimpi Menristek ini tidak sejalan dengan pemerintahan era Joko Widodo. Kemungkinan besar di era Jokowi pun energi nuklir (PLTN) belum akan dibangun.


Penasihat Tim Transisi Jokowi - JK, Luhut Panjaitan, mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) belum menjadi prioritas utama dalam pemerintahan mendatang untuk menangani krisis energi di Indonesia.


Dia pun mempertanyakan alasan nuklir harus disegerakan. Padahal, menurut dia, nuklir belum terlalu diperlukan. Lalu, ia mencontohkan bahwa energi selain nuklir masih tersedia dengan cukup.


"Di Amerika Serikat saja sampai saat ini 80 persen pakai batu bara (sebagai pembangkit tenaga listrik)," ungkapnya kepada di kesempatan yang sama.


Luhut tak memungkiri bahwa dia berbeda pendapat dengan Menristek, Gusti Muhammad Hatta yang menyatakan tenaga nuklir bisa menjadi pilihan sebagai sumber energi dengan dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.


Namun, menurut dia, PLTN tersebut bisa saja dibangun di bawah pemerintahan Jokowi-JK, tapi dengan tidak dalam ukuran besar.


"Kita lihat lagi, pelajari baik-baik. Kalau dalam skala kecil boleh-boleh saja," ucapnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya