Konsumsi Daging Datangkan Perubahan Iklim 'Berbahaya'

Kios daging sapi.
Sumber :
  • Zulfikar Husein/VIVAnews
VIVAnews - Peneliti Inggris memperingatkan potensi perubahan iklim 'berbahaya' di masa depan karena masyarakat dunia mengonsumsi daging berlebih. Namun peneliti meminta masyarakat dunia agar tak begitu khawatir.
Momen Presiden Joko Widodo jadi Saksi Nikah Anak Wamenaker Afriansyah Noor

Peneliti mengatakan ada cara untuk mengendalikan itu dengan cara yang tak begitu rumit, yaitu masyarakat diminta untuk diet daging. Hal itu untuk memastikan pasokan makanan di masa depan tetap terpenuhi dan tidak mengorbankan lahan pertanian yang jadi pasokan makanan.
Fairuz A Rafiq Beberkan Kondisi Terkini Usai Dilarikan ke RS Bersama Buah Hati

Melansir Daily Mail, Selasa 2 September 2014, cara itu agaknya dianggap sepele namun peneliti punya alasan mendasar. Peneliti Universitas Cambridge dan Universitas Aberdeen, Inggris mengatakan jika tren konsumtif pada saat ini terus berlanjut, diperkirakan pada 2050 mendatang produksi pangan dunia bisa melebihi target emisi gas rumah kaca. 
Indonesia Bakal Jadi Basis Produksi Mobil Listrik Canggih

Pertumbuhan produksi makanan, kata peneliti, dipengaruhi pertumbuhan penduduk dan pergeseran global tentang gaya diet daging Barat, bakal memenuhi kebutuhan pangan global 9,6 miliar masyarakat dunia pada sekitar tiga dekade mendatang. 

"Produksi pangan merupakan pendorong utama hilangnya keanekaragaman hayati dan berkontribusi besar untuk perubahan iklim dan polusi. Sehingga mau tak mau pilihan makanan jadi persoalan," ujar Bojana Bajzelj, peneliti utama dari Departemen Teknik Universitas Cambridge. 

Bajzelj menekankan pemotongan limbah makanan dan konsmsi daging yang moderat dalam diet yang seimbang merupakan pilihan yang bakal tak akan menyesalkan di masa depan. 

Dengan mengerem konsumsi makanan termasuk daging secara berlebih, tegas peneliti, akan meminimalkan pembukaan lahan untuk produksi pangan. 

5 Telur Sepekan 

Menurut studi Nature Climate Change, jika tren produksi pangan saat ini tetap bertahan, diperkirakan pada 2050 lahan pertanian bakal meningkat sebesar 42 persen dan kebutuhan pupuk meningkat 45 persen lebih tinggi dari tingkat 2009 lalu. Tak sampai di situ, kemungkinan selama 35 tahun ke depan, peneliti memperkirakan sepersepuluh hutan tropis murni di dunia akan menghilang selama. 

"Jadi bukan praktik pertanian yang salah, tapi yang penting yaitu pilihan kita dalam makanan. Sangat penting menemukan cara mencapai ketahanan pangan global tanpa memperluas tanaman atau padang rumput," kata Bajzelj. 

Peneliti mengatakan jika skenario semua negara menerapkan diet seimbang, dalam hal ini tanpa konsumsi gula, lemak dan produk daging secara berlebihan, maka akan berdampak bagus untuk lingkungan. 

Peneliti menggunakan standar diet seimbang dalam konteks ini konsumsi daging merah 85 gram, 5 butir telur dalam sepekan dan sebagian mengonsumsi unggas dalam sehari.

"Secara signifikan mengurangi tekanan terhadap lingkunagn secara lebih jauh ," kata peneliti.

Sedangkan penulis utama studi, Profesor Pete Smith dari Universitas Aberdeen mengatakan syarat diet itu tak perlu dilakukan kecuali masyaratat dunia membuat perubahan serius dalam tren konsumi pangan, yaitu menghapus karbon sektor energi dan industri. Harapannya tetap menjaga jumlah emisi dan menghindari perubahan iklim berbahaya. 

"Tapi itu hampir mustahil, jadi solusinya kita perlu berpikir ulang apa yang kita makan," tegas penulis pembantu Prof Keith Richards dari Universitas Cambridge. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya