Ditemukan, Deteksi Infeksi Malaria dengan Sinyal Magnetik

Penyakit Tifus.
Sumber :
  • http://www.info-kes.com
VIVAnews - Sekelompok tim ilmuwan rekayasa biologi Singapura dan MIT telah merancang tes diagnostik penyakit Malaria secara lebih mudah dibanding teknik diagnostik konvensional.
Prodi Teknik Sipil dan Elektro UMB Raih Akreditasi Unggul

Peneliti hanya mengandalkan tetesan kecil darah, hanya 10 mikroliter untuk mendiagnosa potensi malaria dalam beberapa menit. Teknik tes ini ini juga dianggap tidak repot, sebab orang biasa bisa melakukannya tanpa pakar, atau dokter ahli. 
Yoon Bomi Apink Pacaran dengan Produser Rado Selama 7 Tahun

Melansir Scientific American, Senin 1 September 2014, tes peneliti dari Aliansi Pusat Teknologi dan Riset MIT-Singapura, mengatakan tes diagnosa itu jadi solusi tes diagnosa malaria konvensional yang riset dan mahal. 
Pria di Florida Todongkan Pistol ke Pegawai McDonald's Hanya Gegara Saus

Pada teknik standar, untuk mendeteksi infeksi malaria yaitu dengan melihat adanya parasit penyebab penyakit, Plasmodium falciparum. Sayangnya, pada metode konvensional, untuk melihat parasit itu setidaknya harus menggunakan mikroskop dan butuh spesialis terlatih.

Cara ini juga dianggap rentan dengan kesalahahan analisa manusia. Sehingga wajar, tes diagnosa itu sangat terbatas digunakan secara luas, terutama di negara berkembang.

Untuk itu, aliansi peneliti Singapura-MIT memanfaatkan deteksi sinyal magnetik dari parasit. Caranya, Jongyoon Han, salah satu peneliti aliansi parasit menjelaskan, saat parasit menyerang sel darah merah dan memakan isinya, parasit itu akan merusak sel darah merah menjadi asam amono dan haem, senyawa kimia yang mengandung zat besi. 

Disebutkan haem, yang ada beracun dan parasit dengan cepat mengubahnya menjadi kristal yang tak larut, dikenal sebagai haemozoin. 

"Kristal haemozoin berperilaku seperti magnet kecil," jelas Han. Peneliti memanfaatkan deteksi infeksi dengan melihat sinyal pada haemozoin.

Han melanjutan, bersama timnya, ia menggunakan teknik yang disebut magnetic resonance relaxometry (MRR), guna mendeteksi sinyal magnetik haemozoin dalam sampel darah manusia. 

Sinyal itu untuk menentukan seseorang terinfeksi parasit Plasmodium falciparum. Cara ini juga bica mendeteksi infeksi malaria pada tikus, dengan melihat sinyal parasit Plasmodium berghei.

Pembantu penulis studi, yang juga pakar parasit Nanyang Technological University, Singapura, Peter Preiser mengatakan MRR mampu mendeteksi parasit dengan syarat konsentrasi dalam darah yaitu sepuluh sel yang terinfeksi per mikroliter. Jauh lebih baik, dibanding teknik mikroskopik konvensional yang mampu mendeteksi pada konsentrasi 50 sel per mikroliter, atau lebih tinggi.

"Teknik itu jadi penting untuk menunjukkan hal itu dapat dilakukan dengan darah yang diperoleh dari sampel klinis dalam pengaturan endemik malaria," kata Carole Long, pakar sistem kekebalan yang mempelajari malaria di National Institute of Allergy and Infectious Diseases in Bethesda, Maryland, Amerika Serikat. 

Metode masih lemah

Meski metode diagnosa dianggap menjanjikan di masa depan, Stephen Karl, biofisikawan Walter and Eliza Hall Institute of Medical Research, dekat Melbourne, Australia, memperingatkan sebagian besar infeksi tak menghasilkan sejumlah besar haemozoin. 

"Saat melihat lebih dekat data yang disajikan, jelas bahwa metode ini jauh dari yang diagnosa yang dapat diandalkan di lapangan," kata Karl. 

Han mengakui, kekurangan itu dan kini bersama timnya memahami respons darah dari tiap orang berbeda dan bervariasi tergantung faktor genetik, serta pola makan mereka. Tim Han juga mengaku tengah memperkuat sampel dengan mendalami penelitian. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya