Pengamat: Pajak e-Commerce Belum Tepat Diterapkan Saat Ini

Belanja online
Sumber :
  • steelgateglobal.com

VIVAnews - Pemerintah berencana untuk menerapkan PPN 10 persen dari setiap transaksi online yang berlangsung di dunia maya. Alih-alih ingin melindungi konsumen, para pegiat online shopping malah menganggap hal ini merugikan karena secara tidak langsung mereka terkena double take.

Pemerintah melalui Dirjen Pajak sedang menggodok aturan tersebut. Diketahui, semua produk atau barang sudah terkena PPN 10 persen. Jika transaksi online dikenakan lagi 10 persen per barang, maka inilah yang diistilahkan sebagai double take.

Perlakuan ini akan menimbulkan kelesuan di bisnis online. Imbasnya, konsumen tidak lagi melirik bisnis online karena variable cost yang terlalu besar untuk pajak.

"Diperkirakan harga barang akan semakin mahal dan industri menjadi tidak kompetitif. Sepertinya ini belum bisa diterapkan mengingat bisnis online masih harus berkembang ke depannya. Dikhawatirkan juga, aturannya bisa tumpang tindih," ujar pengamat e-commerce dari ITB, Prof Dr Agung Harsoyo, kemarin.

Menurut Agung, pengenaan pajak seharusnya dibuat untuk menata bisnis agar lebih rapi dan kompetitif. Seandainya yang ditimbulkan justru sebaliknya, maka seharusnya ada evaluasi panjang dan tidak buru-buru diterapkan.

“Jangan latah dan suka membuat aturan, namun aturan tersebut tidak bisa dijalankan,” tegasnya.             

Di Amerika Serikat saja, papar Agung, pengenaan pajak atas transaksi online akan dilakukan pada 2020 nanti, setelah sistem pembayaran nasional mereka berjalan. Itu mengaca pada sistem pajak di negara maju yang serbatransparan dan sudah terintegrasi sistemnya. Begitu juga di Prancis, pemerintah memberi fasilitas, pembinaan dan stimulus agar terciptanya lapangan kerja di sektor e-commerce.

“Pemerintahan di negara tersebut memiliki andil untuk memajukan bisnis online agar perekonomian rakyatnya stabil dan tumbuh. Di sini, baru mulai sudah akan dikenakan beragam aturan yang tidak kondusif dan konstruktif. Kasih kesempatan dulu mereka untuk berkembang, kalau bisa diberi insentif,” ujar Agung.

Agung menandaskan, jika aturan tersebut dipaksakan bukan tidak mungkin iklim bisnis online akan layu sebelum berkembang.

Yang harus dilakukan sekarang ini, lanjut dosen ITB itu, segenap komponen termasuk pemerintah, harus mendorong lebih agresif lagi terhadap bisnis online yang sekarang tumbuh di masyarakat.

"Jadikan e-commerce sebagai salah satu fondasi sistem ekonomi kerakyatan,” ungkapnya.

Karena, lanjutnya, tidak semua yang memiliki bisnis online datang dari perusahaan besar. Melainkan banyak pula yang dikelola oleh UKM, perorangan dengan modal yang pas-pasan.

Dalam keterangannya, Head Of Marketing iPaymu, Iwan Himawan mengatakan bahwa bisnis online sedang berkembang dan bergairah. Oleh karena itu, masih butuh dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah.

"Caranya bisa bermacam-macam, bisa dengan memberi dukungan melakukan edukasi, workshop, atau dengan penerapan aturan yang mendukung terhadap iklim bisnis online,” ungkap Iwan.

3 Orang Tewas Imbas Longsor dan Banjir Lahar Dingin di Wilayah Gunung Semeru

Joko, founder Klik today juga berharap yang sama. Menurutnya saat ini bisnis online yang dirintisnya dari nol mulai mengalami pertumbuhan karena harga yang ditawarkan kompetitif dengan toko offline, sehingga masyarakat lebih tertarik belanja di online store-nya.

“Kami berharap dukungan pemerintah lebih nyata lagi dengan memberi stimulus maupun peraturan yang melindungi kami, bukan sebaliknya,” ungkap Joko. (one)

Nikita Mirzani Beberkan Pemicu Kandasnya Jalinan Asmara Hingga Soal Kesetiaan
Pemain Timnas Indonesia U-23

Pengakuan Pelatih Yordania Jelang Laga Lawan Timnas Indonesia U-23

Yordania akan melakoni laga hidup mati melawan Timnas Indonesia dalam matchday ketiga Grup A Piala Asia U-23 2024. Begini pengakuan pelatih Yordania.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024