Sumber :
- http://www.dailysylvia.com
VIVAnews - Penetrasi penggunaan ponsel pintar yang makin tumbuh bisa berdampak pada peningkatan gas efek rumah kaca dalam lima tahun mendatang. Prediksi ini disampaikan dalam laporan terbaru Juniper Research.
Lembaga riset telekomunikas mobile itu memperkirakan sampai akhir tahun ini dihasilkan 6,4 megaton karbon dioksida ekuivalen dari pengisian perangkat mobile. Angka ini bisa melonjak jadi 13 megaton per tahun pada akhir 2019 nanti, mengutip laman ITproportal.com, Rabu 23 Juli 2014.
Baca Juga :
Sekjen PKS: Kalau Pak Prabowo Datang Kita Akan Beri Karpet Merah Sebagai Presiden Pemenang
Laporan itu menunjukkan hampir setengah emisi ini muncul dari aktivitas listrik batu bara Asia yang memasok kebutuhan pengguna ponsel pintar.
Untuk itu, lembaga riset ini mengatakan sudah saatnya bagi perusahaan teknologi untuk bersikap dan bertindak.
"Kesadaran konsumen soal energi terbarukan masih rendah dan kebiasaan buruk terus berlanjut," tulis laporan riset tersebut.
Saat ini, tulis laporan itu, tanggung jawab terletak pada vendor ponsel untuk membuat perusahaan energi menyediakan menyediakan listrik lebih hijau bagi industri dan konsumen.
Praktik penggunaan energi hijau, kata laporan itu, juga bakal mendorong perusahaan teknologi dan informasi untuk menggunakan energi terbarukan. Beberapa perusahan energi disebutkan telah merespons dengan menawarkan perluasan sumber terbarukan.
Selain itu, Juniper juga mengidentifikasi desain ponsel turut berkontribusi bagi dampak emisi. Untuk itu, lembaga ini menyarankan produsen ponsel untuk memperbaiki desain produk mereka, sebab desain juga memiliki dampak besar pada proses daur ulang.
Jika seluruh industri teknologi dan ponsel menerapkan energi yang lebih hijau, laporan itu mengatakan berpotensi menghemat 57,8 megaton emisi gas rumah kaca pada 2019 nanti.
Laporan dengan tajuk "Green Mobile: The Complete Guide to Vendor Strategies & Future Prospects 2014-2019, telah tersedia secara online. (asp)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Kesadaran konsumen soal energi terbarukan masih rendah dan kebiasaan buruk terus berlanjut," tulis laporan riset tersebut.
