Tempe Alternatif Bikinan Mahasiswa UNY

Produksi Rumahan Kedelai dan Tempe
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh. Karena, selain sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun, dan zat pengatur di dalam tubuh. Selain itu, fungsi utama protein adalah membentuk jaringan baru, selain memelihara jaringan yang telah ada.

Sumber protein cukup banyak tersebar pada bahan makanan, baik hewani maupun nabati. Hampir semua bahan makanan hewani, seperti susu, telur, daging, dan ikan merupakan sumber protein yang baik.

Saudi Arabia Permits All Types of Visas to Perform Umrah

Sementara itu, bahan makanan sumber protein nabati terdapat pada kacang-kacangan terutama kacang hijau dan kedelai serta hasil olahannya, seperti tahu dan tempe.

Dengan demikian, jelas bahwa tempe merupakan sumber protein nabati yang sangat baik. Sebagai sumber protein nabati yang baik, dewasa ini permintaan masyarakat terhadap tempe semakin bertambah.

Kebutuhan protein ini akan terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Namun, peningkatan laju konsumsi terhadap kedelai tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Ketidakmampuan kedelai lokal memenuhi kebutuhan dalam negeri menyebabkan pasokan kedelai Indonesia bergantung pada impor.
 
Konsekuensinya, saat harga kedelai impor naik, maka imbasnya langsung bisa dirasakan para pengrajin tempe yang sangat bergantung dengan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe. Para pengrajin tempe terancam bangkrut dan gulung tikar.

3 Faktor Cegah Operasi Intelijen Siber, Jangan Terbalik

Melihat permasalahan tersebut, maka perlu dicari alternatif bahan dasar pembuatan tempe sebagai upaya pemenuhan kebutuhan protein masyarakat yang semakin meningkat, dan sekaligus untuk mengurangi ketergantungan para pengrajin tempe terhadap kedelai impor.

Tempe alternatif

Baru Lunas di Usia 45 Tahun, Meisya Siregar Ingatkan Gen Z Soal Rumah KPR

Mahasiswa Bidikmisi dari prodi pendidikan kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta menawarkan alternatif yaitu tempe yang terbuat dari biji lamtoro. Imas Widowati dan Athika Wirastiti melihat bahwa pemanfaatan biji lamtoro masih minim, hanya sebatas dibuat sayur atau lalapan segar karena dianggap kurang berdaya guna dan bernilai ekonomi.

Menurut Imas Widowati, biji lamtoro mengandung protein 40 persen, lemak 6,13 persen, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 24,53 persen, serat kasar 8,79 persen, dan mineral 9,32 persen.
 
“Dengan memperhatikan unsur kimia yang terkandung dalam biji lamtoro, maka jelas terlihat bahwa biji lamtoro dapat digunakan sebagai bahan pengganti kedelai untuk pembuatan tempe,” kata Imas.
 
Athika Wirastiti mengatakan bahwa proses pembuatan tempe biji lamtoro cukup mudah dan sederhana. Proses pembuatannya mirip dengan proses tempe kedelai.
 
“Dalam proses pembuatan tempe biji lamtoro dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu proses pembuatan, pemberian ragi, dan suhu pemeraman tempe,” katanya.
 
Pemberian ragi tempe akan sangat mempengaruhi hasil fermentasi biji lamtoro menjadi tempe. Jika ragi yang diberikan terlalu banyak, tempe akan membusuk, sebaliknya bila terlalu sedikit, hifa jamur tempe tidak akan tumbuh.

Selain itu, pemberian ragi harus dalam keadaan biji lamtoro kering, karena biji lamtoro dalam keadaan basah dapat memicu tumbuhnya bakteri kontaminan/bakteri pembusuk yang menyebabkan proses fermentasi menjadi terganggu dan tidak bisa menjadi tempe.
 
Proses pembuatan tempe biji lamtoro diawali dengan proses hidrasi/pengasaman yaitu dengan merendam biji lamtoro semalam agar biji mengalami proses hidrasi. Kadar air biji lamtoro akan naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, dengan begitu biji lamtoro akan lebih mudah ditembus miselia jamur waktu proses fermentasi.
 
Selain itu, proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat, sehingga terjadi penurunan pH yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri–bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk.

Selanjutnya, proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor dan membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur.
 
Pada tahap terakhir dilakukan proses fermentasi yaitu dengan pemberian ragi tempe pada biji lamtoro yang diberikan dalam keadaan kering dan dingin. Proses fermentasi memerlukan waktu kurang lebih 3 hari untuk hifa jamur bisa membentuk jalinan kapang yang kompak dan padat.

Tempe lamtoro memiliki rasa yang khas, berbeda dengan tempe kedelai, bijinya lebih kecil dan lebih halus dibandingkan kedelai. “Tempe biji lamtoro sedikit terasa berlemak karena kulit bijinya” kata Athika Wirastiti. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya