Badan Antariksa Dunia: Hantam Asteroid Pakai Robot

Sekitar 65 juta tahun lalu, asteroid berukuran sekitar 9,6 kilometer menghantam Bumi dan memusnahkan dinosaurus serta lebih dari 70 persen spesies makhluk hidup lain.
Sumber :
  • starryskies.com
VIVAnews -
PTUN Kabulkan Permohonan Nurul Ghufron, ICW: Keliru, Tak Didasarkan Pertimbangan yang Objektif
Ancaman asteroid yang meneror Bumi di masa depan masih hangat diperbincangkan. Kali ini, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ikut turun tangan. Majelis Umum PBB menyetujui rencana badan antariksa dunia untuk mempertahankan Bumi dari serangan batu ruang angkasa itu.

Lokasi Syuting Drama Lovely Runner di Korea Ramai Didatangi Wisatawan

NPR
10 Jurusan Kuliah Paling Favorit di Indonesia, Kariernya Lebih Menjanjikan
melansir, Senin 4 November 2013, pengajuan badan antariksa dunia itu akan diadopsi oleh majelis umum akhir tahun ini. Dalam pengajuannya, badan ruang angkasa dunia akan melakukan dua cara jitu untuk menangkis serangan asteroid.

Pertama, menciptakan sebuah instalasi peringatan, International Asteroid Warning Network, yang memungkinkan berbagai negara saling berbagi informasi seputar asteroid. Jejaring ini juga melibatkan para ahli badan antariksa berbagai negara untuk mencari asteroid kecil sekalipun yang berpotensi membahayakan Bumi.


Kedua, badan antariksa dunia akan membuat cara mengalihkan asteroid dari bumi. Tantangannya saat ini bukanlah pada asteroid berukuran raksasa, misalnya 1 kilometer. Ancaman datang dari hujan asteroid kecil, ukuran 450 kaki, atau 137 meter, yang diperkirakan bisa melewati atmosfer Bumi.


Robot penghantam


Sebuah kelompok internasional PBB akan menguji strategi membelokkan asteroid dengan menggunakan robot pesawat ruang angkasa. "Robot itu akan menghantam asteroid," tegas astronot veteran NASA, Tom Jones. Robot itu diposisikan mengubah arah batu ruang angkasa yang masuk sehingga tak menabrak Bumi.


Jones mengatakan, biaya untuk membangun robot penghantam itu sama dengan biaya membuat kendaraan penjelajah Mars, Curiosity, mencapai US$2,5 miliar, setara Rp28,4 triliun. Fantastis. Bukan harga yang murah.


Soal mengapa perlunya robot pesawat itu, Jones beralasan, teknologi teleskop NASA saat ini belum mampu melihat asteroid yang kecil. Untuk itulah robot itu menjadi pilihan yang realistis. (Klik juga
)


"Teleskop tak cukup sensitif melihat asteroid gelap, kecil, dan jauh. Yang bisa dilihat itu pun secara tak sengaja saat asteroid melintas dekat ke Bumi," jelas Jones.


Sebenarnya, pada tahun 2005 lalu, Kongres AS sudah mengeluarkan undang-undang yang meminta NASA menemukan 90 persen dari asteroid kecil sampai tahun 2020.


Saat itu, kata Lindley Johnson, Eskekutif Program Objek Dekat Bumi NASA mengatakan butuh teleskop sensor inframerah khusus ruang angkasa untuk melacak asteroid yang dimaksud. Sayangnya, saat itu dananya kurang memungkinkan.


Resolusi PBB


Sedangkan Sergio Camacho-Lara, Direktur PBB untuk urusan ruang angkasa berharap lebih pada PBB, sebab forum di PBB merupakan cara terbaik memastikan pemerintah negara dunia agar mulai berpikir tentang ancaman serius asteroid.


Sampai saat ini, kata Camacho-Lara, dalam 50 tahun terakhir hanya empat resolusi yang telah disepakati dan sayangnya belum diadopsi Majelis Umum PBB.


"Dalam lima-sepuluh tahun ke depan, kami akan menemukan setengah juta atau lebih asteroid, jadi besarnya masalah ini lebih besar dari apa yang kita miliki sekarang," kata Camacho-Lara.


"Ancaman asteroid itu benar-benar ada. Ini adalah waktu yang tepat untuk menemukan mereka (asteroid) sebelum benar-benar menabrak kita," ujar dia.


Negara anggota PBB yang aktif berpartisipasi isu asteroid ini adalah AS, Inggris, negara anggota badan antariksa Eropa, Rusia, Jepang, Nigeria, dan Meksiko. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya