Kisah Peneliti Sembuhkan Bayi Penderita HIV

Bayi yang dibuang ibunya di pipa toilet
Sumber :
  • REUTERS/China Daily
VIVAnews -
Produksi Tembakau Sintetis, Remaja di Tangerang Ditangkap Polisi
Seorang balita perempuan asal Mississippi AS menambah harapan peneliti akan pengobatan pengidap virus HIV setelah balita itu dinyatakan sembuh dari virus yang menyerangnya sejak lahir. Sebelumnya, peneliti melakukan terapi obat antiretrovial atau ART kepada balita itu.

Orang Tua Pratama Arhan Langsung Sholat Dhuha dan Doakan Indonesia ke Final

Kini, virus ganas yang mengalir dalam darah balita perempuan berusia tiga tahun itu dinyatakan telah hilang, dilansir
Bandara Supadio Pontianak Turun Kelas Jadi Bandara Domestik
Los Angeles Times, Jumat 25 Oktober 2013.

"Tes menemukan tak ada tingkat HIV-1 RNA yang terdeteksi dalam darahnya," ujar peneliti dalam laporan New England Journal of Medicine.

Bagaimana kisahnya?


Peneliti menduga kuat bahwa tiga koktail obat ART yang berandil besar mencegah virus HIV merusak sistem kekebalan tubuh balita itu. Tiga koktail itu termasuk zidovudine, lamivudine dan nevirapine.


Dosis pertama diberikan saat 30 jam setelah kelahiran. Seminggu kemudian, dokter memberikan obat jenis nevirapine sampai ritonavir-lopinavir. Pengobatan lanjutan, kata peneliti, mulai mampu menekan virus yang menurun.


Namun, seiring berjalannya waktu, sang ibu dilaporkan memutuskan untuk berhenti melakukan terapi saat balita berusia 15 bulan, bahkan sampai usia bayi 18 bulan ia tidak pernah mengambil obat ART lagi. Tak diketahui alasannya, pasrah atau kekurangan biaya.


Lima bulan berselang, gadis kecil itu dibawa ke klinik untuk memeriksakan perkembangan virus ganasnya.


Hasil tesnya mengejutkan. Tidak ada tanda-tanda virus pada sampel darahnya. Hasil tes itu kemudian dikonfirmasi lagi pada sampel darah untuk usia 24, 26, dan 28 bulan.


Pada sampel darah usia 24 bulan, sempat ditemukan salinan tunggal virus RNA, tapi tes ultra sensitif dua bulan kemudian gagal mendeteksi salinan virus itu. Negatif.


"Pada usia 36 bulan, setelah 18 bulan penghentian terapi ART, balita ini tak memiliki tingkat terdeteksi HIV-1 RNA," tulis peneliti.


Saat hasil ini pertama kali diumumkan pada Maret lalu, beberapa dokter heran dan bertanya-tanya, apakah sang balita benar-benar mengidap HIV pada pertama kalinya.


Namun, laporan
New England Journal of Medicine
meyakinkan dengan banyak bukti, bahwa balita itu benar-benar terinfeksi virus sejak dalam kandungan. Saat sampel darah diambil 30 jam setelah kelahiran, terbukti darah balita itu terkandung HIV-1 DNA.


Para dokter juga membantah dugaan para ahli bahwa balita itu memiliki mutasi langka yang membuatnya kebal dengan virus.


"Dia tak memiliki mutasi langka. Pertumbuhan dan perkembangannya telah normal," jelas para dokter.


Terapi lain


Kesembuhan balita itu bukanlah kali pertama. Sebelumnya, seorang pasien HIV, Timothy Ray Brown dinyatakan sembuh setelah melakukan terapi, yakni transplantasi sumsum tulang.


Opsi ini dilakukan mengingat Brown menderita leukimia myeloid akut. Dokter melakukan mutasi genetik langka dengan memblokir virus HIV yang ada di sel.


Sayang, terapi gen sumsum tulang ini sangat berisiko. Pertama, dapat mengakibatkan kematian pada pasien yang menderita kanker. Selain itu sangat sedikit menemukan donor sumsum tulang yang cocok untuk sistem kekebalan tubuh pasien.


Untuk itu, peneliti lebih merekomedasikan terapi obat ART seperti pada kasus balita asal Mississippi itu.


Kasus sukses balita ini membuat para peneliti mendukung gagasan segera memberikan terapi ART pada bayi yang lahir guna mencegah virus menyerang dalam sistem kekebalan tubuh. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya