Aplikasi Besar Dunia Bikin Resah Operator Indonesia

Smartphone
Sumber :
  • U-Report

VIVAnews - Keberadaan pemain besar di aplikasi digital dunia seperti Google, Yahoo, Facebook, Twitter, Microsoft dan RIM (over the top atau OTT), di satu sisi memang memberikan layanan populer bagi pengguna data di Indonesia. Namun di sisi lain sepak terjang para OTT tersebut menjadi dilema bagi operator telekomunikasi di Indonesia.

Sebab, porsi pendapatan akses data lebih banyak dinikmati pemain OTT yang hanya menumpang akses jaringan para operator telekomunikasi.

Sebagai gambaran, akses data ke Facebook oleh pengguna data di Indonesia diperkirakan memberikan kontribusi pendapatan ke layanan sosial media tersebut mencapai US$ 252 juta per tahun. Ini belum lagi jika jumlah akses makin banyak dengan pertumbuhan pengguna yang makin berkembang.

Sementara hasil riset lembaga penelitian Ovum memaparkan, potensi kerugian pendapatan operator diperkirakan mencapai US$ 23 miliar pada 2012. Angka potensi pendapatan yang hilang diprediksi meningkat, pada 2016 bisa mencapai US$ 58 miliar atau Rp 555 triliun.

Dalam konteks ini, para operator telekomunikasi pun tidak mau sekadar hanya menjadi penyalur jaringan yang dilewati oleh OTT atau istilahnya adalah dumb pipe. Keberadaan OTT, bagi operator masih penting dan bisa menjalin sinergi dengan layanan yang diberikan.

"Tanpa OTT, trafik mobile broadband tidak mungkin sesignifikan pada saat ini," ujar Syakieb A. Sungkar, Director of Sales AXIS dalam diskusi "OTT: Friend or Foe?" di Balai Kartini, Jakarta, Selasa 18 Desember 2012.

Terkait dengan dominasi OTT, yang mulai mengancam pendapatan para operator, terdapat beberapa opsi. Antara lain, mengacuhkan OTT, memblokir semua layanan OTT, bermitra dengan OTT, atau operator mengembangkan OTT lokal besutan sendiri.

Namun, semua operator lebih bersikap untuk menjalin sinergi dengan OTT global. Tentu ini dengan pertimbangan mampu memberikan manfaat dari sisi trafik maupun monetize (mendapatkan keuntungan) dari pelanggan data yang nantinya berdampak pada pendapatan operator.

Sementara itu Deputi CEO Smartfren Telecom, Djoko Tata Ibrahim, melihat tren OTT global menjadi konsekuensi di tengah kebutuhan teknologi. "OTT ini didorong oleh pasar, yaitu konsumen. Yang penting asal tidak didominasi oleh OTT saja," ujar Djoko.

Operator terbesar Telkomsel juga sependapat. Sebagai sebuah kebutuhan saat ini, layanan OTT tetap harus dipertahankan. Namun Telkomsel berharap, ada aturan yang mengatur bisnis OTT tersebut agar tidak semakin membebani operator.

"Untuk regulator perlu ada aturan yang mewajibkan server aplikasi OTT dibuat di dalam negeri," ujar Alex J Sinaga, Dirut Telkomsel. Ia juga berharap, regulasi OTT memuat soal pembayaran dengan pulsa sebagai alat pembayaran digital.

Dengan peta bisnis, OTT saat ini menjadi kebutuhan, agar operator bisa bertahan, Alex memberikan solusi agar mengembangkan aplikasi maupun jaringan, sebab jika operator bermain di perangkat sudah banyak pesaingnya.

"Melihat situasi tersebut, yang perlu kita kembangkan yaitu sisi aplikasi. Kita bisa bermain di sini," ujarnya. (umi)

Prabowo Berkelakar Singgung Senyuman Berat, Anies: Kan Beliau yang Alami, Kita Biasa Aja
Presiden Joko Widodo (Jokowi)

Jokowi Bersyukur Angka Stunting Turun dari 37 Persen Menjadi 21 Persen

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pekerjaan rumah bidang kesehatan di Indonesia diantaranya penanganan stunting. Menurut dia, angka stunting memang saat ini sudah

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024