Satu Zona Waktu, Hemat Listrik Rp1,6 Triliun

Kuadran Waktu, Jam Modern Tertua Asal Inggris
Sumber :
  • dailymail.co.uk

VIVAnews - Pemerintah mempersiapkan strategi terhadap implikasi yang akan timbul dari penetapan kebijakan penyatuan satu zona waktu. Strategi tersebut berbasis kepada pertimbangan ilmiah.

Demikian salah satu kesimpulan dari hasil focus group discussion (FGD) di Kementerian Riset dan Teknologi. Deputi Bidang Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Prof. Dr. H. Freddy P. Zen, M.Sc, D.Sc, sebagai salah satu pembicara mengatakan, dari pertimbangan ilmiah itu akan memberikan rekomendasi terhadap untung ruginya implementasi kebijakan penyatuan satu zona waktu.

Finance Minister, CEO MCC Discuss Transportation Sector Cooperation

“Sehingga dalam penyusunan formulasi kebijakan tersebut sesuai dengan UU No 12 tahun 2011 tentang peraturan perundang-undangan yang di dalamnya mengharuskan suatu produk hukum didasarkan pada naskah akademik,” katanya, dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Jumat 8 Juni 2012.

Salah satu implikasi yang diperhitungkan adalah tentang besaran penggunaan energi. Dari hasil kajian diketahui bahwa penyatuan zona waktu itu dihasilkan adanya perubahan perilaku masyarakat terhadap penggunaan listrik yang apabila dikonversikan dalam rupiah sebesar Rp1,6 triliun.

“Sayangnya sejak tahun 2008 sampai sekarang belum ada yang melanjutkan kajian ini dikarenakan belum ada institusi atau instansi yang melanjutkan kajian ini dilihat dari aspek lainnya,” ujar Koordinator Peneliti Penyatuan Zona Waktu Kemenristek, Dr Mohammad Nur Hidayat.

Freddy menambahkan, saat ini Kementerian Riset dan Teknologi sedang mengembangkan kajian tersebut berdasarkan hasil kajian yang sudah dilaksanakan pada tahun 2004-2008. Dalam waktu dekat ini,  Kementerian Riset dan Teknologi akan mengkoordinasikan Lembaga Pemerintah Non Kementerian lingkup Kementerian Riset dan Teknologi (LPNK) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian serta Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) untuk mengkaji aspek aspek lainnya.

“Kami berharap dengan adanya penyatuan satu zona Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan terjadi peningkatan produktivitas yang berpengaruh pada peningkatan daya saing nasional. Hal tersebut memiliki korelasi positif terhadap peningkatan investasi litbang di mana seperti diketahui bahwa MP3EI mengamanatkan bahwa investasi litbang harus meningkat menjadi 1 persen PDB yang dicapai selambat lambatnya pada tahun 2014,” kata Fredy, sekaligus Wakil Ketua Harian tim kerja SDM dan Iptek KP3EI.

Perlu Kajian Komprehensif

Pembicara lainnya, Dr. Wijayanti, pakar budaya dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, mengatakan, struktur masyarakat saat ini berbeda dengan sebelum reformasi tahun 1998. Dalam menanggapi kebijakan pemerintah itu, implikasinya tidak hanya terhadap masyarakat modern tetapi juga terhadap masyarakat tradisional.

“Antisipasi dampak sosial, kultural dan struktur masyarakat atas berlakunya satu zona waktu di Indonesia dengan segera melakukan kajian sosial yang komprehensif sehingga kebijakan penetapan satu zona waktu Indonesia tidak merugikan masyarakat,” kata Wijayanti.

Sebab, lanjut Wijayanti pemberlakuan kebijakan satu zona waktu di Indonesia akan berimplikasi terhadap Tatanan Kebijakan Daerah yang diatur dalam Peraturan  Daerah (Perda). “Oleh karenanya harus dilakukan uji penelitian dan kajian agar dapat diketahui nilai positif atau  negatif atas kehidupan perekonomian dan sosial masyarakat di daerah,” kata pakar budaya dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI itu.

Sedangkan Dr Ing Khafidz, dari Badan Informasi dan Geospasial  (BIG), lebih menekankan pada perlunya dikaji untung rugi dari penetapan kebijakan yang akan diambil diantaranya menyangkut ketentuan jam kerja.

FGD tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), diantaranya LIPI, BIG, BATAN, LAPAN, BSN, BPPT dan BAPETEN. Dari diskusi tersebut, terungkap bahwa  penyatuan satu zona waktu GMT+8 Ditinjau dari aspek geospasial tidak menimbulkan masalah. (umi)

Tangkapan layar anggota KPU RI Idham Holik saat rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tingkat nasional di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat, 15 Maret 2024.

KPU Akan Batasi Maksimal 600 Pemilih Per TPS untuk Pilkada 2024

Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan, jumlah surat suara Pilkada 2024 lebih sedikit daripada Pemilu 2024.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024