Membandingkan Teknologi Kereta Cepat Jepang-China

Beberapa Kereta cepat yang ada di China.
Sumber :
  • www.railwaygazette.com

VIVA.co.id - Pemerintah sedang berusaha mengembangkan proyek kereta cepat, atau High Speed Railway (HSR).

Dalam proyek kereta cepat ini diperebutkan dua negara besar, yaitu China dan Jepang. Dalam proposal studi yang diajukan keduanya, rute lintasan kereta akan melalui titik-titik yang sama yakni Jakarta-Bandung sesuai dengan jalur kereta yang sudah terbangun sejak zaman Belanda.

Kereta cepat China disebutkan unggul dalam dampak sosial ekonominya, sedangkan kereta cepat Jepang lebih unggul dalam riwayat teknologinya. Nah, bagaimana gambaran kekuatan masing-masing teknologi kereta cepat kedua negara, berikut sajiannya:

Kereta cepat China

Kereta cepat negeri Tembok Besar ini berusaha mengembangkan kereta tersebut secara mandiri, dengan mengandalkan perusahaan domestik. Tetapi, karena perusahaan lokal tak memiliki kemampuan yang cepat, China memutuskan untuk melibatkan teknologi dan para ahli dari perusahaan asing.

Salah satu pengguna di China menyebutkan, teknologi kereta cepat China merupakan campuran dari beberapa teknologi luar negeri, di antaranya Shinkansen Jepang, TGV Prancis, ICE Jerman. Versi awal kereta cepat China menggunakan salah satu di antara teknologi kereta negara tersebut.

Meski ditopang oleh teknologi dan ahli dari luar negeri, China sambil belajar mendalami teknologi kereta cepat. Mereka berusaha ada transfer teknologi, agar bisa membuat kereta cepat secara mandiri.

Saat ini, salah satu perusahaan pembuat kereta cepat China, China CSR Corp, sudah memiliki kemampuan melaju dengan kecepatan 350 kilometer per jam

Salah satu teknologi yang bisa dibuat China CSR Corp, yaitu sistem daya tarik sinkron magnet permanen. Sistem itu dibuat di Zhuzhou Institute, Provinsi Hunan.

Dikutip dari Telegraph, menurut Jia Limin, profesor Beijing Jiaotong University menyebutkan teknologi itu lulus dalam pengujian awal yang diinstal dalam kereta cepat.

Dalam visinya, China menyebutkan mensyaratkan untuk menghasilkan kereta cepat setidaknya perlu ada beberapa ketentuan, yaitu memiliki konsumsi sumber daya rendah, kinerja lingkungan yang tinggi.

Tahun Ini Pondasi Kereta Cepat Selesai 15 Persen

Kereta cepat Jepang

Kereta cepat Jepang dikenal dengan nama Shinkansen. Negeri Matahari terbit ini menerapkan teknologi canggih dalam Shinkansen.

Untuk rel yang dilalui Shinkansen, Jepang menggunakan gauge track, yang mana rel dilas dengan tujuan mengurangi getaran.

Untuk sistem sinyal, Shinkansen menggunakan Automatic Train Control (ATC). Sistem ini memakai sistem komprehensif Automatic Train Protection. Ini membantu pemantauan gerakan seluruh kereta. Semua pantauan telah berbasis komputerisasi.

Untuk sistem listrik, Shinkansen menggunakan daya 25 ribu V AC. Listrik didistribusikan sepanjang as roda kereta, ini bertujuan mengurangi beban berat di bawah. Sistem ini telah ada pada Shinkansen Tokaido.

Selain itu Shinkansen juga dikenal sangat tepat waktu. Laporan JP Central menyebutkan rata-rata keterlambatan Shinkansen, yaitu 54 detik. Angka keterlambatan ini sudah mempertimbangkan penundaaan laju kereta, karena penyebab tak terkendali misalnya bencana alam. Bahkan, rekor pernah tercipta keterlambatan pada 1997 hanya 18 detik.

Untuk daya tarik kereta, Shinkansen sejak seri awal sudah menggunakan konfigurasi listrik ganda. Di Jepang, saat ini sudah berjalan rekayasa signifikan untuk satuan konfigurasi listrik.

Meski tergolong dibekali dengan teknologi tinggi, tetapi Shinkansen memiliki beberapa tantangan di antaranya bagaiman mengurangi polusi udara. Di Negeri Matahari Terbit, warga akan sangat terganggu dengan polusi suara Shinkansen. Dengan demikian, kereta akan terganggu jika mendapat pertentangan dari masyarakat.

Untuk itu, Jepang melakukan berbagai rekayasa untuk mengurangi polusi tersebut. Saat ini, Jepang sedang mengupayakan untuk memastikan saat Shinkansen melaju tak menimbulkan polusi suara.

Selanjutnya, risiko gempa bumi sangat menganggu. Seperti diketahui, Jepang merupakan wilayah yang sering terkena gempa bumi. Untuk itu, sejak 1992, Jepang telah memakai Urgent Earthquake Detection and Alarm System (UrEDAS) yang memungkinkan pengereman otomatis Shinkansen.

Selain gempa bumi, tantangan lain, yaitu salju parah. Pernah ada kasus Shinkansen yang terjebak dalam salju parah di Stasiun Maibara. Untuk itu, Jepang saat ini memasang sistem sprinkler, namun cara ini belum efektif. Sebab, sistem ini telat 10 sampai 20 menit saat terjadinya cuaca bersalju. (asp)

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.

Soal Kereta Cepat, Menhub Budi Tak Mau Gegabah

Dia mengakui, proyek ini jadi prioritas dan sorotan masyarakat.

img_title
VIVA.co.id
28 Juli 2016